BAB
I
Pendahuluan
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tidak
dapat dipungkiri bahwa, munculnya dorongan untuk membentuk sistem pemerintahan
yang desentralistik tidak terlepas dari adanya tuntutan untuk penyederhanaan sistem
birokrasi. Dimana, sistem sentralisme pemerintahan selama ini (orde lama hingga
orde baru) diyakini memakan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, sejalan
dengan hembusan reformasi yang menuntut reform diberbagai bidang juga
terkait dengan birokrasi.
Salah
satu pakar yang mempelopori dan banyak mencurahkan perhatian terhadap birokrasi
adalah sosiolog Jerman, Max Weber. Menurutnya, Organisasi disebut sebagai
sebuah birokrasi, menentukan norma-normanya sendiri yang semuanya harus
dilaksanakan. Organisasi mempunyai peraturan dan pengaturan dan juga memberi
perintah agar organisasi dapat berfungsi secara efektif dimana semua peraturan
harus ditaati
Bagi
sebuah organisai adanya struktur organisasi sangat diperlukan. Terutama bagi
mereka yang percaya bahwa bagan organisasi diperlukan guna menjamin manajemen
yang efektif, akan menjadi bingung bila hal tersebut tidak ada. Individu tidak
akan memahami pekerjaan mereka, apa yang harus dilakukan, bagaimana pekerjaan
mereka akan bisa memenugi pekerjaan subunit lain. Dengan tidak adanya bagan
organisasi untuk mengklarifikasikan hubungan, maka hal yang tidak logik dan
kekaburan akan terjadi. Kenyataannya, setiap proses dari pembuatan bagan
organisasi merupakan tes yang baik bagi keberadaan bagian tersebut, karena setiap
hubungan yang tidak bisa dibuatkan bagannya tampkanya akan menjadi kurang kuat
dan karenanya membingungkan mereka yang bekerja di dalamnya.
Setiap
organisasi haruslah mempunyai kekuasaan yang jelas. Sejak dulu teori-teori yang
menggolongkan negara-negara berdasarkan legitimasi kekuasaannya sudah
berkembang. Meskipun Indonesia telah menganut sistem pemerintahan
yang demokratis, akan tetapi perlu juga dianalisa berdasarkan
sejarah-sejarahdan teori-teori yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
§ Apakah yang dimaksud
dengan Birokrasi, struktural dan legitimasi ?
§ Apakah hubungan antara birorasi,struktural dan
legitimasi ?
1.3
Tujuan
§ Mengetahui pengertian
birokrasi, struktural dan legitimasi.
§ Mengetahui secara umum hubungan
antara birokasi,struktural dan legitimasi
BAB
II
Tinjauan
Teori
2.1 Pengertian birokrasi
birokrasi
adalah sebagai alat organisasi,di mana ia meupakan suatu otoritas yang
ditetapkan secara rasional oleh berbagai peraturan. Birokrasi seringkali
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan
yang harus dilakukan oleh banyak orang. Dalam kacamata Max Weber,birokrasi
dipandang sebagai suatu manifestasi sosiologi dari proses rasionalisasi.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi itu ? Istilah ini telah
lama menjadi polemik di kalangan para pemikir dengan berbagai macam konotasinya
Di bawah ini terdapat beberapa definisi tentang birokrasi.
Fritz
Morstein Marx merumuskan birokrasi sebagai tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan-pemerintahan
modem dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang bersifat
administrative,khususnya yang dilakukan oleh aparatur pemerintah.
Ferret
Heady dengan mengutip rumusan Thompson menyatakan bahwa : “organisasi
birokratik disusun sebagai satu herarki otorita yang begitu terperinci, yang
mengatasi pembagian kerja yang juga telah diperinci.
Peter
A. Biau dan Charles H. Page memformulasikan birokrasi sebagai sebuah tipe dari
suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang
besar, dengan cara mengkoordinasikan secara sistematik pekerjaan dari banyak
orang. Definisi dari Balu dan Page ini menunjukkan bahwa birokrasi tidak hanya
dikenal dalam organisasi pemerintah saja, tetapi juga pada semua
organisasi-organisasi niaga. Dengan demikian, birokrasi dapat ditemukan pada
setiap bentuk organisasi (yang modern) sebagai hasil dari proses rasionalisasi.
Dennis
Wrong merumuskan bahwa birokrasi adalah suatu organisasi yang sepenuhnya
bekerja untuk mencapai satu tujuan tertentu dari berbagai macam tujuan yang
memiliki cirri-ciri :
diorganisasi secara hierarkis dengan jalinan komando
yang tegas dari atas ke bawah
adanya
pembagian tugas yang jelas di mana setiap orang mempunyai tanggung jawab dan
tugas yang spesifik
adanya
peraturan-peraturan umum dan ketentuan yang menuntun semua sikap dan usaha
untuk mencapai tujuan
manusia yang teriibat dipilih berdasarkan
kompetisi dan keahlian
dan,
bekerja dalam birokrasi cenderung merupakan pekerjaan seumur hidup
Dari
pendefinisian di atas, birokrasi dipandang sebagai sesuatu yang positif.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Weber, bahwa setiap aktivitas yang menuntut
kordinasi yang ketat dan melibatkan sejumlah orang, serta membutuhkan keahlian
khusus adalah dengan menggunakan organisasi birokratik. Birokrasi sangat
dibutuhkan; karena semata-mata mendasarkan pada keunggulan teknis dibandingkan
dengan bentuk organisasi lainnya.
2.2 Struktur
Struktur
benda adalah sifat fundamental bagi setiap sistem yang dalam penggunaannya sering dapat di
petukarkan dengan kata-kata. Identifikasi suatu struktur adalah suatu tugas subjektif,
karena tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian-bagiannya
dan hubungan mereka.
Karenanya, identifikasi kognitif suatu
struktur berorientasi tujuan dan tergantung pada pengetahuan yang
ada.
Menurut
Prof. Benny H. Hoed, struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas
unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ada
struktur atas, struktur bawah. Struktur mempunyai sifat: Totalitas,
Transformatif, Otoregul.
2.3 legitimasi
Legitimasi
merupakan perkara dasar yang sangat penting bagi seorang pemimpin, tanpa legitimasi
sangat sulit bagi seseorang bisa meneruskan kepemimpinannya. Tanpa legitimasi
bahkan mustahil bagi pemerintah untuk menerapkan undang-undang dan membangun
sebuah negara. Sumber legitimasi dan cara memperoleh legalitas juga
permasalahan yang tidak kalah penting untuk dibicarakan dari legitimasi itu
sendiri.
Legitimasi
telah menjadi pembahasan berkepanjangan sejak manusia mengenal hidup secara
berkelompok. Ia telah muncul sejak zaman Yunani kuno, dimana Plato dan
Aristotle menyatakan bahwa negara memerlukan legitimasi yang mutlak untuk
mendidik rakyatnya dengan nilai-nilai moral rasional. Pada zaman yang sama
gagasan legitimasi kekuasaan yang bersumber dari rakyat telah muncul dalam
bentuk yang sangat sederhana sebagaimana terdapat pada negara kota (city state)
abad VI sampai III sebelum masihi.
Para
pakar ilmu politik menyebutkan beberapa teori yang menunjukkan kepada dasar
legalitas seorang pemimpin negara memperoleh kekuasaannya. Mereka merumuskan
bahwa seorang pemimpin mendapatkan legitimasi melalui;
Pemberian
Tuhan (God Sovereignty), faham ini dianut oleh: Agustinus, Thomas Aquinas dan
Marsilius.
Dasar
hukum (legal sovereignty). Pandangan ini dikemukakan oleh Hugo Krabbe dan
dikembangkan oleh pengikutnya R. Kranenburg.
Sumber
kekekuasaanan Negara (State Sovereignty). Pandangan ini disokong oleh Paul
Laband.
Berasaskan
kepada kedaulatan rakyat (Popular Sovereignty atau Poeple Power). Pandangan ini
dianut oleh John Locke dan Jean Jacques Rousseau.
Bagaimanapun
teori terakhirlah yang lebih popular dan kerap digunakan dalam pembahasan
terkini dalam bingkai istilah civil society. Teori ini juga populer dikalangan
pemikir Islam, terutamanya dari Muhammad Yusuf Musa, ‘Abd al-Wahhab Khallaf,
Muhammad Rasyid Rida dan ‘Abd al-Qadir Abu Faris.
Dalam
menjelaskan teori ini, kalangan pemikir Islam mencoba untuk mengaitkannya
dengan teori siadah al-ummah. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan
kekuasaan yang dimiliki rakyat melebihi kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin
suatu negara.
Pembahasan
secara sistematik mengenai rakyat sebagai sumber legitimasi penguasa dibuat
pertama kali oleh Jean Bodin, Ia berpendapat bahwa kedaulatan adalah kekuasaan
penuh dan tertinggi yang berada ditangan rakyat, namun begitu Bodin lebih
mengutamakan kekuasaan yang ada pada seorang raja dalam pembahasannya. Ini
dibuktikan melalui perkataan yang menunjukkan kepada tinngginya kedaulatan raja
pada setiap permulaan seremonial resmi, seperti sebutan “open, in the King’s
name”
Tulisan
ini ingin mengangkat dasar-dasar legitimasi pemimpin Negara yang berasal dari
rakyat berdasarkan nash-nash syari’ah dan teori-teori yang dikemukakan oleh
para fuqaha dalam menguraikan proses pendelegasian kekuasaan tersebut kepada
seorang pemimpin. Tulisan ini juga membandingkan antara pandangan fuqaha dengan
pendapat pakar politik umum dalam menguraikan masalah asas legitimasi.
BAB
III
Pembahasan
3.1
Birokrasi
Dari
berbagai macam pengertian yang sering muncul dalam term birokrasi dapat
dibedakan dalam tiga kategori, yakni : pertama, birokrasi dalam pengertian yang
baik/rasional (bureau-rationality); kedua birokrasi dalam pengertian suatu
penyakit (bureau-pathology); dan ketiga birokrasi dalam pengertian yang netral
(value-free). Dalam pengertian netral, birokrasi diartikan sebagai keseluruhan
pejabat negara di bawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada
cabang-cabang eksekutif, atau bisa juga diartikan sebagai setiap organisasi
yang berskala besar (every big organization).
3.1.1
Karakteristik Birokrasi
Karakteristik
birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber,
paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1. Organisasi
yang disusun secara hirarkis
2. Setiap
bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3. Pelayanan
publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih,
di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang
pendidikan, atau pengujian (examination).
4. Seorang
pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
5. Pekerjaan
sekaligus merupakan jenjang karir.
6. Para
pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
7. Setiap
pekerja dikontrol dan harus disiplin.
8. Promosi
yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior's judgments).
Ditinjau
secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal
yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi
yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap
tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan
pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
3.1.2 Tipe-tipe Birokrasi negara
Departemen-departemen
dalam kabinet terdiri atas beberapa beberapa lembaga birokrasi yang dibedakan
menurut tugasnya. Ada departemen tenaga kerja, departemen pertahanan, atau
departemen pendidikan. Tugas utama dari departemen-departemen ini adalah melaksanakan
kebijaksanaan umum yang telah digariskan oleh lembaga eksekutif maupun
yudikatif.
Agen-agen
federal merupakan kepanjangan tangan dari lembaga kepresidenan. Ia dibentuk
berdasarkan pilihan dari presiden yang tengah memerintah, oleh sebab itu
sifatnya lebih politis ketimbang murni administratif. Organisasi NASA di sana
merupakan salah satu contoh dari agen-agen federal. Contoh dari birokrasi ini
juga diposisikan oleh FBI (Federal Bureau Investigation). Di Indonesia
agen-agen seperti ini misalnya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional,(Lapan).
Korporasi-korporasi federal merupakan birokrasi yang memadukan antara posisinya sebagai agen pemerintah sekaligus sebagai sebuah lembaga bisnis. Di Indonesia contoh yang paling endekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara (eksekutif) terkadang masih merupakan pihak yang paling menentukan dalam pengangkatan pejabatnya, tetapi secara umum sebagai sebuah lembaga bisnis ia memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah perusahaan akan melakukan pemekaran organisasi atau sebaliknya, perampingan. Di Indonesia, contoh dari korporasi-korporasi milik negara ini misalnya Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Listrik Negara (PNL) atau Bank Mandiri.
Agen-agen Pengaturan Independen, sebagai jenis birokrasi yang terakhir, merupkan birokrasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk menyelenggarakan regulasi ekonomi terhadap dunia bisnis, di mana penyelenggaraan tersebut berkaitan secara langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia kini dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang berfungsi untuk melakukan rekstrukturisasi kalangan bisnis tanah air yang di masa lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat Indonesia akibat, katakanlah, 'kredit-kredit macet' mereka. Selain itu, contoh bisa kita sebutkan misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan sejenisnya.
Korporasi-korporasi federal merupakan birokrasi yang memadukan antara posisinya sebagai agen pemerintah sekaligus sebagai sebuah lembaga bisnis. Di Indonesia contoh yang paling endekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara (eksekutif) terkadang masih merupakan pihak yang paling menentukan dalam pengangkatan pejabatnya, tetapi secara umum sebagai sebuah lembaga bisnis ia memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah perusahaan akan melakukan pemekaran organisasi atau sebaliknya, perampingan. Di Indonesia, contoh dari korporasi-korporasi milik negara ini misalnya Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Listrik Negara (PNL) atau Bank Mandiri.
Agen-agen Pengaturan Independen, sebagai jenis birokrasi yang terakhir, merupkan birokrasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk menyelenggarakan regulasi ekonomi terhadap dunia bisnis, di mana penyelenggaraan tersebut berkaitan secara langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia kini dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang berfungsi untuk melakukan rekstrukturisasi kalangan bisnis tanah air yang di masa lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat Indonesia akibat, katakanlah, 'kredit-kredit macet' mereka. Selain itu, contoh bisa kita sebutkan misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan sejenisnya.
3.1.3 Peran Birokrasi dalam Pemerintahan
Modern
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
1. Administrasi
Fungsi
administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan,
perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan
bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang
telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif.
Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu
negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna
mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2.
Pelayanan
Birokrasi
sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok
khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh
yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani
kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri
dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi
negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi
public service ini.
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi
pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan
kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi
biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus
kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan
pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi
dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami
sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan
disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh
sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu
menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan
uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK
tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas
idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan
ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk
pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan
pungli.
3.1.4 KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BIROKRASI
KELEBIHAN BIROKRASI WEBERIAN :
1.
Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu
fenomena sosiologis. Dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses
rasionalisasi.
2.
Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya
tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah
satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis,
di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan
begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam.
3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau
mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral
(perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan dari Max Weber
a. Apa yang
telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan
menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling
menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.
b.
Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai
disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan
kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk
organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan
apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.
c. Dalam
membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari:
otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional
mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada
loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan
legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun
otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan
dalam yurisdiksi resmi.
d. Kelemahan
dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di
antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses
birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang
berkembang.
4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan
organisasi birokratik Pentingnya Birokrasi
a. Teori yang lama
memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya
peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.
b. Menurut
Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai
"delegated legislation", "initiating policy"
dan"internal drive for power, security and loyalty".
c. Dalam
membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1)
bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan
keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan
pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara
proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan
birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.
KELEMAHAN BIROKRASI WEBERIAN :
1. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam
negara-negara sedang berkembang dimana mereka semuanya telah memberikan
prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di
negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi weber
a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal:
1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal:
1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya
tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif,
tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan "bureaucratic
dysfunction" dengan ciri utamanya "trained incapacity''.
c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan
dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah
bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari
mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan
kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan.
Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan
mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual
amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak
realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan
pendidikan.
3.2
Struktur
Robbins (2007)
mendefinisikan struktur organisasi sebagai penentuan bagaimana pekerjaan dibagi,
dibagi, dan dikelompokkan secara formal.
Sedangkan organisasi
merupakan unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri dari dua orang
atau lebih, dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus-menerus guna
mencapai serangkaian tujuan bersama.
Dalam konteks desain
organisasi, Ivancevich (2008) mendefinisikannya sebagai proses penentuan
keputusan untuk memilih alternatif kerangka kerja jabatan, proyek pekerjaan,
dan departemen. Dengan demikian, keputusan atau tindakan-tindakan yang dipilih ini
akan menghasilkan sebuah struktur organisasi.
Ada enam elemen yang
perlu diperhatikan oleh para manajer ketiak akan mendesain struktur organisasi.
Ke-enam elemen tersebut meliputi :
1.
Spesialisasi Pekerjaan adalah sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri
2.
Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan
secara bersama-sama
3.
Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak
organisasi ke unit terbawah dan menjelaskan siapa yang bertanggung jawab kepada
siapa. Wewenang sendiri merupakan hak yang melekat dalam sebuah posisi
manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintahnya
tersebut dipatuhi
4.
Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer
secara efisien dan efektif
5.
Sentralisasi – Desentralisasi. Sentralisasi adalah sejauh mana tingkat
pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi
6.
Formalisasi adalah sejauh mana pekerjaan pekerjaan di dalam organisasi dilakukan
3.2.1 Struktur Sederhana (simple structure)
Struktur sederhana
adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang
rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja,
dan sedikit formalisasi.
Struktur sederhana
paling banyak digunakan oleh usaha-usaha kecil di mana manajer dan pemilik
adalah sama.
Kekuatan utama dari
struktur sederhana ini terletak pada kesederhanaanya. Cepat, fleksibel, tidak
mahal untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Sedangkan kelemahannya adalah
tidak bisa diterapkan pada organisasi yang besar. Hal ini karena ketika
diterapkan pada organisasi yang besar dimana formalisasi-nya yang rendah dan
sentralisasinya yang tinggi akan menyebabkan kelebihan beban (overload)
informasi di puncak. Pengambilan keputusan akan berjalan lambat karena
tergantung kepada satu orang yaitu pemilik sekaligus pimpinan organisasi.
3.2.2 Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi
adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas birokrasi yang sangat rutin yang
dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal,
tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional,
wewenang terpusat, rentang kendali sempit, dan pengambilan keputusan mengikuti
rantai komando.
Kekuatan utama
birokrasi adalah terletak pada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang
terstandar secara efisien. Menyatukan beberapa kekhususan dalam
departemen-departemen fungsional menghasilkan skala ekonomi, duplikasi yang
minim pada personel dan perlatan, dan karyawan memiliki kesempatan untuk
berbicara “dengan bahasa yang sama” di antara rekan-rekan sejawat mereka.
Sedangkan kelemahan
struktur birokrasi adalah berlebihan dalam mengikuti aturan, tidak ada ruang
untuk modifikasi, kurang inovatif dan birokrasi hanya efisien sepanjang
karyawan menghadai masalah-masalah yang sebelumnya sudah diatur dengan jelas
cara penyelesaiannya. Artinya, ketika dihadapkan pada permasalahan baru,
struktur birokrasi menjadi tidak efisien lagi karena diperlukan aturan-aturan
baru untuk menyelesaikan permasalah tersebut.
3.2.3 Struktur Matrik
Struktur matrik
adalah sebuah struktur uang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan
departementalisasi fungsional dan produk. Struktur ini dapat ditemukan pada
agen-agen periklanan, perusahaan pesawat terbang, labolatorium penelitian,
rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, dll.
Kekuatan
departementalisasi fungsional terletak misalnya pada penyatuan para spesialis ,
yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan
pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produksi.
Sedangkan
kelemahannya adalah sulit mengkoordinasi tugas para spesialis fungsional yang
beragam agar kegiatan mereka selesai tepat waktu dan tepat anggaran.
Karakteristik
struktur matrik ia mematahkan konsep kesatuan komando. Karyawan yang berada
dalam struktur matrik memiliki dua atasan (misal manajer produksi dan manajer
fungsional).
Kelemahan utama dari
struktur matrik adalah sering menyebabkan kebingungan yang dapat meningkatkan
stres karena ada ambiguitas peran sekaligus dapat menciptakan konflik.
3.2.4 MODEL-MODEL STRUKTUR
1. Model Mekanistik
1.
Mechanistic. Pada organisasi yang berbentuk mechanistic, terdapat
ciri-ciri yaitu: adanya tingkat formalisasi yang tinggi, tingkat sentralisasi
yang tinggi, training atau pengalaman kerja yang sedikit atau tidak terlalu
penting, ada span of control yang lebar serta adanya komunikasi yang bersifat
vertikal dan tertulis.
2.
Mostly Mechanistic. Pada jenis organisasi ini, terdapat ciri-ciri yaitu:
adanya formalisasi dan sentralisasi pada tingkat moderat, adanya
training-training yang bersifat formal atau wajib, span of control yang
bersifat moderat serta terjadi komunikasi tertulis maupun verbal dalam
organisasi tersebut
2. Model Organik
1.
Organic. Pada organisasi yang berbentuk organic, maka dalam
organisasi ini terdapat tingkat formalisasi yang rendah, terdapat tingkat
sentralisasi yang rendah, serta diperlukan training dan pengalaman untuk
melakukan tugas pekerjaan. Selain itu terdapat span of control yang
sempit serta adanya komunikasi horisontal dalam organisasi.
2.
Mostly Organic Pada organisasi yang berbentuk mostly organic,
formalisasi dan sentralisasi yang diterapkan berada di tingkat moderat. Selain
itu diperlukan pengalaman kerja yang banyak dalam organisasi ini. Terdapat span
of control yang bersifat antara moderat sampai lebar serta lebih banyak
komunikasi horisontal yang bersifat verbal dalam organisasi tersebut.
3.3 Legitimasi
Legitimasi (bahasa Inggris: legitimize
pengucapan bahasa Inggris: [/-ˈji-tə-ˌmī-zər/])
adalah kualitas hukum
yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan,[1]
dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan
atau kebijakan
yang diambil oleh seorang pemimpin. Dalam konteks legitimasi, maka hubungan
antara pemimpin dan masyarakat yang dipimpin lebih ditentukan adalah keputusan
masyarakat untuk menerima atau menolak kebijakan yang diambil oleh sang
pemimpin. sedangkan Legitimasi tradisional mengenai seberapa jauh masyarakat
mau menerima kewenangan, keputusan atau kebijaksaan yang diambil pemimpin dalam
lingkup tradisional, seperti dalam kehidupan keraton
yang seluruh masyarakatnya terikat akan kewenagan yang dipegang oleh pimpinan
mereka dan juga karena hal tersebut dapat menimbulkan gejolak dalam nurani
mereka bahwa mereka adalah bawahan yang selalu menjadi alas dari pemimpinnya.
Legitimasi
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori yakni secara simbolis, prosedural atau material (Ramlan Surbakti,
1992), sedangkan Max Weber mendefinisikan tiga sumber untuk memperoleh
legitimasi adalah tradisional, karisma dan legal/rasional.
Dari
cara dan sumber perolehan tersebut lahirlah beberapa tipe legitimasi yaitu: legitimasi
tradisional, legitimasi
ideologi, legitimasi kualitas pribadi, legitimasi
prosedural dan legitimasi instrumental.
Bab
IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Ø Birokrasi Dalam pengertian
netral, diartikan sebagai keseluruhan
pejabat negara di bawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada
cabang-cabang eksekutif, atau bisa juga diartikan sebagai setiap organisasi
yang berskala besar (every big organization).
Ø Birokrasi Weber yang
mengedepankan rasionalitas bertentangan dengan birokrasi perwakilan. Terutama
dalam proses perekrutan dan penempatan pegawai. Jika dalam birokrasi Weber
pemilihan pegawai berdasarkan merit sistem, objektifitas berdasarkan
kualifikasi standar yang telah ditetapkan.
Ø Legitimasi merupakan perkara
dasar yang sangat penting bagi seorang pemimpin, tanpa legitimasi sangat sulit
bagi seseorang bisa meneruskan kepemimpinannya. Tanpa legitimasi bahkan
mustahil bagi pemerintah untuk menerapkan undang-undang dan membangun sebuah negara.
Sumber legitimasi dan cara memperoleh legalitas juga permasalahan yang tidak
kalah penting untuk dibicarakan dari legitimasi itu sendiri.
4.2 saran
Saran
kami sebagai penyusun makalah adalah meminta saran dan kritik kepada dosen
serta kawan kawan semua. Karena kami sadar bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah
Daftar
Pustaka
· Buku
.Kristian
Widya Wicaksono. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu
Bdk.
F. Budi Hardiman, 2007, ”Machiavelli dan Seni Berkuasa” dalam Filsafat Politik
(diktat), Jakarta : STF Driyarkara, hlm. 26.
Budi
Hardiman, F. Filsafat Modern:Dari Marchiavelli sampai Nietzsche.
Gramedia:Jakarta, 2007. Hlm. 18-19.
Guy
Peters and Vincent Wright, “Public Policy and Administration, Old and New,
dalam Robert
Goodin
and Hans-Dieter Klingemann, A New Handbook of Political Science, VII, Bab 27
Andrew
Heywood, Politics, Second Edition, (New York : Palgrave Macmillan, 2004)
Pierre Larousse,Petit Larousse: dictionnaire
encyclopédique pour tous, Librairie
Larousse (1962),
· internet
http://pussisunimed.wordpress.com/2010/02/05/birokrasi-modern-tradisional-dan-budaya-birokrasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
DON'T RUSUH!