Selasa, 14 Januari 2020

Minimnya Minat Para Lulusan SMA/SMK di Wilayah Blora Untuk Melanjutkan kuliah di Jawa Timur




            Memasuki tahun ajaran baru, terlebih bagi siswa-siswi kelas 12 tentunya akan menjadi sebuah tonggak perjuangan mereka. Pada kelas 12 inilah pertaruhan masa depan mereka dimulai. Memasukki semester 4 biasanya mereka akan disibukkan dengan pemadatan jadwal. Pemadatan jadwal ini biasanya digunakan untuk guru dan murid mempersiapkan ujian nasional. Murid dipaksa untuk pulang sore bahkan sampai jam 5 sore guna untuk mengikuti bimbingan belajar yang telah dicanangkan oleh sekolah masing-masing. Selain harus mempersiapkan UN, siswa-siswi kelas 12 juga disibukkan dengan ujian sekolah, ujian praktek dan ujian masuk perguruan tinggi.
            Memasukki tahun baru tepatnya bulan Januari biasanya mereka sudah disibukkan dengan seleksi-seleksi masuk perguruan tinggi misalnya SNMPTN, SNPN, SPAN-PTKIN. Pada bulan-bulan Januari inilah biasanya terjadi penginputan data atau pengisian PDSS oleh sekolah maupun dari masing-masing siswa. Sibuknya bulan Januari inilah yang biasanya membuat anak-anak kelas 12 memasuki fase-fase kebingungan memilh universitas atau perguruan tinggi yang akan mereka tuju. Atas dasar kebingungan yang dialami oleh siswa-siswa kelas 12 inilah biasanya kakak-kakak kelas mereka atau alumni dari daerah atau sekolah mereka mengadakan semacam expo kampus yang diharapkan dapat berguna bagi adek-adek mereka.
            Adanya expo kampus otomatis akan menghadirkan beberapa alumni dari daerah atau sekolah mereka untuk memberikan motivasi dan informasi terkait perguruan tinggi mereka yang diharapkan dapat membantu adek-adek mereka. Di Kabupaten Blora sendiri setidaknya sudah ada banyak acara-acara pameran perguruan tinggi swasta-ataupun negeri yang membantu siswa-siswi kelas 12, mulai dari Blora Education Fair (BEF), Ikasata Campus Expo (ICE), Smanjep expo campus, ECOS SMARANSA, dan Expo campus Forum Komunikasi Mahasiswa Cepu (FKMC). Banyak perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta turut meramaikan acara-acara mereka, mulai dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Semarang dan lain sebagainya.
            Disinilah keanehan bermula. Banyak para pejuang-pejuang masa depan ini (sebutan admin untuk mereka yang mau melanjutkan kuliah) lebih memilih perguruan tinggi negeri ataupun swasta yang ada di Semarang ataupun Yogyakarta, tak ayal inilah yang membuat saya bertanya tanya kepada diri sendiri, kenapa?. Melihat fakta dan data provinsi Jawa Timur merupakan ptovinsi paling aman dan provinsi dnegan penataan kota yang paling bagus se Indonesia daripada provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Apalagi Surabaya, semenjak kota ini dipimpin oleh Ibu Risma, kota ini menjelma menjadi kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta. Hal ini juga pastinya berdampak pada naiknya UMR pada daerah dan provinsi tersebut.
            Berbicara tentang pendidikan juga tidak kalah bagusnya di Jawa Timur terdapat perguruan tinggi mentereng se[erti Universitas Airlangga, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Surabaya, Institute Teknologi Sepuluh November, Universitas Petra, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universita Islam Negeri Surabaya, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Politeknik Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Malang dan sebagainya.
            Bicara kualitas-kualitas perguruan tinggi tersebut jelaslah tidak diragunak lagi. Kita tahu Institut Teknologi Sepuluh November merupakan salah satu institut yang sangat sering menciptakan inovasi-inovasi keren untuk kemajuan bangsa, peringkatnya pun sangat bagus ITS menduduki peringkat 5 besar dari keseluruhan perguruan tinggi yang ada di Indonesia versi Kemenristekdikti 2019 (data bisa di check), kurang bagus apanya lagi coba?. Selain ITS ada juga Universitas Airlangga. Unair salah satu universitas senior yang ada di Indonesia dan sudah memiliki reputasi tinggi di kancah internasional, hampir semua jurusannya berakreditasi A. Peringkatnya pun menduduki peringkat 6 dari Perguruan tinggi yang ada di Indonesia versi Kemenristekdikti 2019      , ada juga Universitas Brawijaya merupakan universitas beken yag ada di Malang. Malang yang terkenal dengan sejuk udaranya menambah nuansa kulaih menjadi lebih indah dan menyegarkan, apalagi ketika weekend kita bisa berwisata di tempat-tempat wisata yang terbilang begitu dekat dengan kampus ini. Bicara soal Universitas Brawijaya kualitasnya sudah tidak diragukan lagi dibandingkan dengan universitas-universitas lainnya yang ada di Indonesia. UB sapaan akrab Universitas Brawijaya menduduki peringkat 10 universitas terbaik se Indonesia versi kemenristekdikti. Selain universitas tersebut juga ada Politeknik, Politeknik Negeri Surabaya atau PENS merupakan politeknik terbaik yang ada di Indonesia, di peringkat ke-dua ada Politeknik Negeri Malang (polinema) semua letaknya di Jawa timur juga. Bicara tentang sekolah keagamaan, ada UIN Surabaya, sudah tidak diragukan lagi surabaya basis keagamaan kuat yang jelas-jelas akan menunjang belajar-mengajar di UIN, ada juga UIN Maliki di Malang yang kualitasnya juga bagus dibandingkan dengan UIN yang ada di Jawa tengah. Berbicara Universitas swasta lagi-lagi Jawa Timur lebih unggul dar Jawa Tengah dan Yogyakarta, di Jawa Timur ada Universitas Muhammadiyah Malang yang sudah terkenal bahkan mantan rektornya yaitu bapak Muhadjir sekarang jadi menteri PMK, selain itu ada UBAYA kampus elite yang didalamnya ada dosen-dosen profesional, ada lagi Universitas petra, Universitas Islam Malang (unisma), dari universitas-universitas swasta tersebut jelas unggul jauh secara kualitas dengan universitas swasta yang ada di Jawa Tengah semisal UDINUS, UMS, UMY, UII, Unissula, USM, UPGRIS.
            Lantas kembali lagi ke pertanyaan awal, apakah Anda sebagai siswa-siswi kelas 12 dan orang tua yang mencari  PTN/ PTS masih mengkesampingkan PTN/PTS yang ada di Jawa Timur????

Minggu, 01 September 2019

Arti Korupsi dari Mahasiswa amatir


            Korupsi, kata yang sering kali kita dengar pada pemberitaan di media-media. Entah penangkapan pejabat desa, bupati, dan sampai elite politik di Senayan.  Terbaru kita mendengar tertangkapnya ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuzi alias Romi yang diduga terlibat dalam praktik suappejabat kemenag. Korupsi sejatinya bukanlah hal baru yang tabu untuk dibahas. Banyak tulisan-tulisan yang sudah bertebaran mengenai korupsi. Entah itu pembahasan tentang pentingnya penegakan korupsi, penguatan lembaga korupsi atau himbauan masyarakat agar terhindar dari praktik korupsi. Banyak faktor yang menyebabkan korupsi itu sendiri, jikalau dikalangan pejabat, tingginya ongkos politik dinilai memicu praktik korupsi dan bagi-bagi kekuasaan. Pejabat yang ingin menduduki kursi DPR misalnya, harus mengerahkan segala kemampuannya baik SDA ataupun SDM demi memperoleh kemenangan. Tak diragukan lagi mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk membujuk masyarakat agar mau memilihnya. Selain itu ada juga politik mahar yang diusung sebagian partai politik. Politik mahar itu sendiri merupakan sejumlah uang yang digelontorkan bakal calon kepada partai politik sebagai syarat mereka untuk bisa memakai atau “menunggangi” kendaraan politik. Alhasil ketika mereka dipilih banyak yang lupa akan visi misinya banyak yang gelap mata, yang terbesit di pikiran mereka hanyalah bagaimana cara mengembalikan modal mereka ataupun menutup utang-utang politik yang telah digunakan untuk memenangkan sebuah kursi.
            Lantas apakah korupsi hanya melibatkan kaum elite birokrat saja?, jawabannya tidak. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh kaum elite birokrat melainkan seluruh pihak masyarakat terkhusus mahasiswa. Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai”agent of change” masyarakat juga mampu terlibat dalam tindak pidana korupsi. Misalnya kasus mahasiswa titip absen, kasus mahasiswa memanipulasi laporan keuangan organisasi, kasus mahasiswa menyontek, kasus mahasiswa membayarkan calo untuk masuk di sebuah instansi-instansi. Ambil contoh kasus mahasiswa menyontek. Mengapa menyontek bisa disamakan dengan korupsi?, jawabanya adalah cikal bakal dari korupsi adalah nilai kejujuran. Menyontek merupakan sebuah tindakan yang tidak jujur, tidak percaya diri dan tidak mau berusaha. Sifat individu yang tidak mau berusaha namun memiliki nafsu untuk mendapatkan segalanya merupakan bibit-bibit korupsi. Normalnya orang yang merasa tidak bisa akan belajar dan berusaha agar mencapai standar kompetensi lulus, akan tetapi bila nilai kejujuran dalam diri individu itu sudah hilang, yang ada hanya sifat nafsu menghalalkan segala cara termasuk menyontek. Jika seorang mahasiswa sudah terbelenggu dalam virus menyontek Ia akan kesulitan melepaskan nilai-nilai ketidak jujuran itu. Mahasiswa akan cenderung berfikiran “ Ah nyontek aja daripada berusaha susah payah tapi gak ada hasil”. Sifat-sifat seperti ini akan terus tumbuh sampai dewasa dan sampai mereka memasuki dunia kerja apabila tidak segera dibasmi. Mahasiswa yang terbiasa menyontek akan lebih mengandalkan seseorang dan menganggap semuanya bisa dibayar. Alhasil ketika mereka mencari pekerjaan mereka akan cenderung menerapkan sistem curang juga entah menyogok panitia, mencari kenalan panitian seleksi dsb.
            Dampak korupsi itu luas sekali jika ditelaah. Mulai dari merugikan negara hingga milliyaran rupiah sampai pada merusak pembangunan sosial, ekonomi dan budaya suatu bangsa.

KRITIK JURNAL “MACROECONOMIC CONDITION AND BANKING INDUSTRY PERFORMANCE IN INDONESIA.

Link Jurnal : https://www.researchgate.net/publication/323937309_MACROECONOMIC_CONDITION_AND_BANKING_INDUSTRY_PERFORMANCE_IN_INDONESIA

Nama : Rifa’i Anas Amiurl Huda
NIM : 185120300111030
Kelas : B.Psi 2
Fakultas/Prodi : FISIP/Psikologi

            Jurnal ini adalah jurnal penelitian yang membahas mengenai kajian dampak ekonomi makro terhadap NPL dan CAR. NPL (Non Performing Loan) adalah salah satu indikator kesehatan aset suatu bank. Indikator tersebut dapat berupa rasio keuangan pokok yang mampu memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, serta likuiditas. NPL yang biasa digunakan adalah NPL neto, yakni NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset sendiri merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank serta kecukupan manajemen risiko kredit. Hal tersebut berarti NPL merupakan indikasi tentang adanya masalah dalam bank tersebut, yang apabila tidak segera diatasi, maka akan membawa dampak buruk bagi bank itu sendiri.
            Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6 / 10 / PBI / 2004 tanggal April 2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) yakni sebesar 5%. Faktor pendukung terjadinya NPL diantaranya :
1.      Tidak adanya Itikad Baik dari Debitur, artinya debitur tidak mampu/ tidak mau melunasi bunga dan pokok pinjaman. Hal ini akan menyebabkan nilai NPL pada bank akan semakin besar, secara otomatis kondisi ini akan mengurangi deviden dan laba dari bank.
2.      Kebijakan dari Pemerintah dan Bank Indonesia. Misalnya kebijakan kenaikan BBM tentu akan menyebabkan perusahaan yang mengkonsumsi BBM untuk kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambilkan dari laba (yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan kredit), guna memenuhi biaya produksi. Pada akhirnya, perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya pada bank.
3.      Kondisi Perekonomian. Kondisi perekonomian suatu Negara juga memiliki pengaruh atau andil cukup besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL antara lain:inflasi dan kurs rupiah.
            Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
            Dalam Perekonomian Indonesia, besar bank-nya masih mengandalkan kredit sebagai pemasukan utama untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dalam jurnal dijelaskan bahwa Dari aspek internal, Altunbas (2000) menemukan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM)berpengaruh positif terhadap NPL. Hughes and Mester (1993) dan Girardone (2004) menemukan bahwa ada hubungan positif antara NIM dengan non performing loan. Begitupun Misra dan Dhal (2010) menemukan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap NPL. Faktor lainnya yaitu Aset bank, pada penelitian Misra dan Dhal (2010) mengemukakan bahwa Aset berpengaruh negatif terhadap NPL. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ranjan dan Dhal (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara Operational Assets (OCTA) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan NPL.
            Adapun faktor penyebab pembiayaan bermasalah dari sisi eksternal yang direpresentasikan dengan Gross Domestic Product (GDP) dan inflasi. Salas dan Saurina (2002) menunjukkan adanya hubungan antara GDP dengan NPL. Hasil penelitian itu ditegaskan oleh Jimenez dan Saurina (2004) bahwa NPL dipengaruhi oleh GDP. Wu (2003) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP di beberapa negara berkembang Asia Timur dan Asia Tenggara berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bermasalah (NPL). Penelitiannya menggunakan persamaan NPL yang dipengaruhi oleh pertumbuhan GDP, perubahan harga perumahan, primary landing rate dan rasio corporate real estate loans terhadap individual real estate loans. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan 1% pertumbuhan GDP akan menurunkan rasio NPL sebesar 0.122 %.
            Dari kesimpulan jurnal ini disebutkan bahwa secara umum bank dengan jumlah modal lebih kecil kurang mampu untuk segera menyesuaikan diri menghadapi peningkatan rasio NPL akibat dari depresiasi nilai tukar, oleh karenanya bank-bank dengan modal lebih kecil harus berhati-hati menghadapi risiko nilai tukar. Sedangkan  kebijakan restrukturisasi kinerja bank perlu dilakukan pada bank dengan aset besar, karena peningkatan suku bunga ternyata menyebabkan penurunan CAR lebih tinggi pada kelompok bank beraset besar.
            Menurut pendapat saya pribadi bahwa dalam menjalankan fungsi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah Bank Indonesia dituntut untuk menjalankan kebijakan Macroprudensial dengan efektif serta berkoordinasi dengan OJK selaku penerima mandat pelaksanaan kebijakan microprudensial. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadinya resiko bank yang tidak mampu likuid sehingga berpotensi terjadinya gejolak sistemik yang mampu menyebabkan guncangan ekonomi di Inonesia. Dari pihak bank-bank umum yang bermodal kecil juga dituntut akan mampu memperkirakat resiko likuiditas terhadap kemampuan bank-nya untuk dapat eksis dan bertahan terhadap gejolak nilai tukar yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Apabila bank yang bermodal kecil tidak siap maka akan kesulitan dalam hal likuiditas ketika terjadinya kenaikan NPL akibat gejolak ekonomi yang terjadi. Sedangkan dari pihak bank yang bermodal besar, pemerintah diharapkan berhati-hati dalam penetapan kebijakan suku bunga. Jika suku bunga mengalami peningkatan suku bunga ternyata menyebabkan penurunan CAR lebih tinggi pada kelompok bank beraset besar. Jika suatu bank mengalami penurunan CAR maka bisa dipastikan akan terjadi kesulitan pembiyayaan operasional bagi bank-bank besar.

REVIEW JURNAL EKONOMI “MACROECONOMIC CONDITION AND BANKING INDUSTRY PERFORMANCE IN INDONESIA”




Disusun Oleh :
Rifai Anas Amirul Huda  (185120300111030)
Imam Fauzi Dzakwam       (185120307111019)
Deden Agus Saputra          (185120301111025)
Nanda Syah Reza               (185120301111036)

link Jurnal : https://ideas.repec.org/a/idn/journl/v20y2017i1cp1-28.html

Review
          Dalam jurnal ini, memuat mengenai kajian tentang dampak ekonomi makro terhadap NPL dan CAR di Indonesia. Dikarenakan sebagian besar bank yang ada di Indonesia masih mengandalkan kredit sebagai pemasukan utama dalam membiayai operasionalnya. Kondisi perekonomian di Indonesia saat ini, kredit masih dipertahankan sebagai sumber pendapatan utama.
Pemberian kredit menurut jurnal ini ialah aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, meskipun disisi lain risiko yang terbesar bank juga bersumber dari kredit yang bermasalah. Kualitas kredit bermasalah biasanya dicerminkan oleh rasio Non-Performing Loan (NPL). Pendapat tersebut berasal dari Islam dan Nishiyama (2016) yang menjelaskan bahwa semakin rendah rasio NPL maka akan semakin rendah tingkat kredit bermasalah. Rendahnya kredit bermasalah berarti mencerminkan semakin baik kondisi keuangan bank. Rasio Non-Performing Loan merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja fungsi bank.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa tingginya tingkat rasio NPL dapat menunjukkan rendahnya tingkat kesehatan bank yang disebabkan oleh banyaknya permasalahan dalam pengelolaan kredit oleh bank. Rasio NPL yang tinggi sebagai refleksi ketidakmampuan sektor riil memperoleh keuntungan guna mengembalikan pinjamannya ke sektor perbankan. Dari sudut pandang ini, minimalisasi NPL sangat diperlukan untuk mempertahankan perekonomian yang stabil. Perubahan rasio NPL dan CAR dipengaruhi oleh banyak faktor internal dan eksternal.
Dalam bab 2 jurnal ini membahas mengenai teori-teori yang digunakan untuk melihat jalannya makroekonomi dan dampatnya pada NPL dan CAR di indonesia. Seperti contohnya, jurnal ini mendisain penelitian melalui konsep mekanisme jalur suku bunga dan jalur nilai tukar dalam mempengaruhi kinerja perbankan. Louis, Vouldis & Metaxas (2011) menjelaskanbahwa jalur suku bunga dilakukan oleh bank sentral untuk mempengaruhi suku bunga kreditdan deposito perbankan. Penurunan suku bunga BI Rate diharapkan segera diikuti denganpenurunan suku bunga kredit perbankan. Penelitian Gosh (2015) menjelaskan hubungan antarasuku bunga dan nilai tukar sebagai determinan dari NPL dan kinerja bank.
Tak hanya itu, terdapat model-model perhitungan ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan respon pada Variabel NIM, NPL dan CAR akibat adanya shock melalui suku bunga (IRD) dan adanya perubahan nilai tukar (DEPR). Model pertama mengikuti konsep transmisi moneter melalui kebijakan suku bunga yang direspon oleh variabel NIM, NPLdan CAR. Variabel PVAR disusun menurut urutan Suku bunga domestik (IRD), Growth, NPL,NIM, dan CAR dengan variabel eksogen Aset Bank (ASSETS) dan Inflasi (INFLATION). Variabeleksogen pada model PVAR berperan variabel non dinamis, dalam arti variabel eksogen berperansebagai kontrol (pengkondisi) lingkungan variabel dinamis yang diberlalukan dalam model.
Sedangkan Model kedua ialah jalur nilai tukar, dimulai dari adanya depresiasi rupiah menyebabkan harga produk ekspor relatif lebih murah dibandingkan produk non domestik. Terjadi aliranekspor, meningkatkan produktivitas perusahaan dan meningkatkan kemampuan beli masyarakatdan kemampuan mengembalikan pinjaman bank. Perubahan ini akan mengurangi rasio NPL.Selanjutnya semakin banyak kredit lancar terbentuk yang menghasilkan bunga dan keuntungansehingga net interest margin (NIM) bank meningkat. Peningkatan NIM akan meningkatkan keuntungan bank sehingga pada akhirnya akan meningkatkan CAR bank. Struktur variabelPVAR disusun menurut urutan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US (DEPR), Sukubunga domestik (IRD), NPL, NIM, dan CAR.
Metodologi perhitungan dalam bank ini menggunakan populasi yang mencangkup seluruh bank yang terdapat di Indonesia, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa bank yang memenuhi kecukupan/kelengkapan yang diperlukan untuk proses penghitungan ekonometrika panel VAR. Serta dalam jurnal ini menggunakan teknik estimasi Panel Vector Autoregression (PVAR). Beberapa aplikasi ekonometrika terkini belum menyediakan estimasi model PVAR sehingga dalam jurnal inimenggunakan aplikasi terprogram.
Dalam penelitian tersebut yang menggunakan rumus-rumus sesuai dengan apa yang dijelaskan diatas memiliki asumsikan bahwa perbankan hanya mempertimbangkan informasi dari 1 periode sebelumnya. Untuk hasil PVAR itu sendiri beserta periode dan perhitunggannya dapat dilihat dalam jurnal aslinya.
Analisis data panel dalam jurnal ini menggunakan PVAR dengan mempertimbangkan struktur fixed effect, urutan variabel, struktur lag, stationeritas data panel dan adanya variabel eksogen dalam model yang aplikasinya menggunakan programming STATA yang dikembangkan oleh Love (2002) dan Love(2006). Hasil tersebut divisualisasikan secara grafik dalam jurnal ini, dimana terdapat 7 grafik dan 5 tabel yang menggambarkan mengenai hasil penelitian dari jurnal ini.
Dalam bab terakhir yaitu kesimpulan mengenai jurnal ini, para peneliti mermberi masukan mengenai perlunya institusi moneter dan perbankan memberikankebijakan penyehatan portofolio kredit pada kelompok bank beraset kecil jika terjadi goncanganpada suku bunga dan nilai tukar. Agar langkah-langkah pencegahan dapat berjalan secaraefektif, bank dengan modal rendah agar memperhatikan portofolio kredit jika terjadi gejolaknilai tukar.
Saran lainnya yang terdapat dalam jurnal ini ialah bahwa Bank Indonesia perlu memberi edukasi kepada bank dengan modal rendah danmemperketat pengawasan pada bank dengan modal rendah pada saat terjadi gejolak nilai tukar.Tindakan hedging mutlak harus dilakukan untuk mengurangi risiko akibat fluktuasi nilai tukarrupiah. Bank Indonesia perlu menyiapkan sejumlah langkah untuk meminimalkan risiko tekananterhadap nilai tukar rupiah diantaranya pengelolaan utang luar negeri, penguatan ekspor,stabilisasi pasar keuangan, memperketat pengawasan arus masuk modal dan pengembangandesain laporan keuangan BI yang dapat mengakomodir transaksi dan transparansi pencatatankeuangan likuiditas valas. Sedangkan kebijakan restrukturisasi kinerja bank perlu dilakukan padabank dengan aset besar, karena peningkatan suku bunga ternyata menyebabkan penurunanCAR lebih tinggi pada kelompok bank beraset besar.