Jumat, 30 November 2018
Analisis Film Di Balik 98 Berdasarkan Sudut Pandang Psikologi Politik
Oleh :
Anandia Jazzy Ajaria 185120300111029
Rifai Anas Amirul Huda 185120300111030
Fakhrul Rifqi Kristanto 185120300111031
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Film ini merupakan cerminan dari masyarakat, terinspirasi dari gejala sosial yang terjadi pada kehidupan masyarakat. Vera (2015:91) mengatakan bahwa film merupakan media komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikator dan komunikan secara massal, dalam arti berjumlah banyak, tersebar di mana-mana, khalayaknya heterogen dan anonim, dan menimbulkan efek tertentu. Film dapat mencerminkan kebudayaan suatu bangsa dan memengaruhi kebudayaan itu sendiri. Selain sebagai sumber dari hiburan populer, film juga menjadi media untuk mendidik dan memberikan doktrin kepada masyarakat. Film berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup. Film juga berfungsi sebagai media informasi. Selain sebagai media informasi, film juga merupakan dokumen sosial. Melalui film, masyarakat dapat melihat secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu pada masa tertentu. Film sebagai media komunikasi massa memiliki peran yang cukup penting yaitu sebagai alat untuk menyalurkan pesan-pesan, dan simbol-simbol kepada penontonnya. Pesan dan simbol tersebut digambarkan secara tersurat maupun tersirat dalam suatu film. Pesan tersebut dapat membawa dampak positif maupun negatif.
Film di balik 98 merupakan film karya Lukman Sardi dimana film ini berusaha mengangkat kejadian-kejadian yang jarang terungkap di balik peristiwa penggulingan rezim Orde Baru di tahun 1998. Terutama aspek humanitas yang melibatkan sejumlah aktor, seperti aktivis mahasiswa, pegawai Istana, anggota TNI, keluarga Tionghoa, dan pemulung, di balik peristiwa tersebut.hun 1998. Ketika ekonomi Indonesia mengalami krisis dan rupiah yang merosot sampai Rp 11.000,00 per dolar AS (dari Rp 2.447,00 per dolar ASsebelum krisis), membuat masyarakat semakin panik, terjadi pemborongan dan penumpukan barang-barang oleh pihak-pihak yang cukup berdana untuk melakukannya (Anggraeni, 2014:20).
Menurut Widjojo (dalam Kasenda, 2015:111) keresahan masyarakat atas melangitnya harga-harga sembako, ancaman putus kuliah,dan masa depan yang suram di kalangan mayoritas mahasiswa menjadi faktorpenggerak tersendiri bagi kalangan kampus dan civitas akademika untuk menyatakankeprihatinannya. Gerakan mahasiswa menyerukan tuntutan penurunan harga-hargabarang, khususnya sembako dan diikuti tuntutan yang berkaitan dengan krisis ekonomi lainnya, yakni agar penimbun barang ditindak, pengangguran yang semakin luas ditangani, dan tuntutan kebijakan ekonomi lebih berpihak pada kepentinganm ayoritas rakyat, gerakan gabungan mahasiswa seluruh Indonesia juga menuntut turunnya Presiden Soeharto (Denny, 2006:21).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar Belakang tersebut kami menetapkan adanya tiga pokok bahasan yang akan kami bahas yaitu :
1. Bagaimana sinopsis film di balik 98
2. Bagaimana sudut pandang psikologi politik dalam film di balik 98
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas psikologi sosial
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat dengan harapan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum khususnya menambah khazanah ilmu pengetahuan dan untuk mengetahui penerapan-penerapan teori psikologi politik dalam studi kasus film.
BAB 2
PEMBAHASAN 2.1 Sinopsis Film di balik 98
Di balik 98 adalah sebuah judul film yang digarap oleh sutradara Lukman Sardi. Film ini sebenarnya menurut Sang empunya tergolong dalam film drama dan percintaan yang berlatar belakang peristiwa mei 1998. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa film ini banyak unsur-unsur politis yang ada dalam tersebut yang layak dikaji. Melalui tokoh-tokoh utamanya: Diana (aktivis mahasiswa), Salma (petugas rumah tangga Istana Kepresidenan), Bagus (tentara), Daniel (mahasiswa keturunan Tionghoa), dan seorang pemulung Lukman sardi ingin menggambarkan kesuruhan cerita film ini. Garis besar latar utama yang hendak disampaikan oleh Lukman Sardi sebetulnya sederhana. Pertama, pergulatan batin antara Diana (Chelsea Islan), seorang aktivis mahasiswa, dengan keluarganya yang berada di pihak rezim berkuasa. Kakaknya, Salma (Ririn Ekawati), adalah pelayan rumah tangga Kepresidenan. Sedangkan kakak iparnya, Letnan Dua Bagus (Donny Alamsyah), adalah seorang anggota militer.Sebagai seorang aktivis mahasiswa penyokong reformasi, Diana selalu berbenturan pendapat dengan kakak dan iparnya itu. Tetapi hal itu tidak menghalangi Diana untuk terus terlibat dalam aksi-aksi mahasiswa menuntut pelengseran Soeharto.Di sisi lain, Salma selalu mengkhawatirkan keselamatan adiknya ketika mengikuti aksi-aksi mahasiswa. Terutama setelah peristiwa ‘Tragedi Trisakti’, yang memakan korban jiwa sejumlah mahasiswa. Alhasil, ketika berita kejadian itu tersebar, Salma yang sedang hamil tua meninggalkan pekerjaannya untuk mencari sang adiknya. Sayang, ia terjebak di tengah kerusuhan.Posisi dilematis juga dialami oleh Letnan Bagus. Sebagai aparat negara, yakni TNI, ia harus berhadapan dengan adik iparnya, Diana, yang berada di barisan mahasiswa. Ia juga mengalami galau luar biasa saat mengetahui istrinya hilang dalam keadaan hamil tua. Ia dipaksa memilih antara tugas atau mencari istri yang sedang dirundung bahaya.Kedua, pergulatan batin yang dialami Daniel (Boy William), seorang mahasiswa keturunan Tionghoa, yang rajin mengikuti aksi mahasiswa lantaran berpacaran dengan Diana. Ironisnya, setelah peristiwa Tragedi Trisakti, yang kemudian dibuntuti dengan kerusuhan sosial selama 3 hari, Daniel yang kembali ke rumahnya menemui kondisi tragis: rumahnya hancur diamuk massa, keluarganya hilang entah kemana, dan umpatan bernada rasialis di dinding rumahnya. Tak hanya itu, ia juga harus berjibaku menghindari amuk massa dan razia anti-Tionghoa.Ketiga, dilema seorang pemulung (Teuku Rifnu Wikana) yang selalu berusaha menyenangkan anaknya (Bima Azriel). Sayang, sang ayah gagal mewujudkan impian sang anak yang sangat menginginkan kaos pemain sepak bola PSSI bernomor punggung 10, atas nama Kurniawan Dwi Yulianto, yang terpajang di sebuah toko olahraga. Ironisnya, ketika kerusuhan melanda Jakarta, kaos tersebut turut terjarah oleh massa.
Salah satu kejadian yang juga dipotret oleh Di Balik 98 adalah peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Memang, pasca Tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998, Jakarta dilanda kerusuhan sosial selama tiga hari (13-15 Mei 1998).Dalam Di Balik 1998, kejadian ini menjadi bagian yang penting. Digambarkan Jakarta yang diselimuti asap. Salma, sang pegawai Istana, terjebak di tengah amuk massa. Ia terlihat ngeri melihat kejadian itu: motor dan mobil dibakar, supermarket dan toko dijarah, dan orang Tionghoa dikejar-kejar.Namun, efek kerusuhan yang bernuansa rasialisme itu coba diceritakan oleh Di Balik 98 melalui sosok Daniel dan keluarganya. Keluarga Daniel menjadi sasaran amuk massa. Rumahnya dihancurkan. Ayah dan adiknya terpaksa bersembunyi di pengungsian. Daniel sendiri, yang baru pulang dari aksi bersama mahasiswa Trisakti, syok menyaksikan rumahnya yang sudah hancur dan keluarganya yang sudah tidak ada. Tak hanya itu, ia terpaksa mengendap-ngendap di jalanan sepi untuk menghindari razia anti-Tionghoa. Alhasil, karena dikejar rasa takut, Daniel dan keluarganya memilih meninggalkan Indonesia.
Kerusuhan memaksa Presiden Soeharto pulang dari Kairo lebih awal. Pemerintah dihadapkan pada situasi yang sulit. Tokoh masyarakat dan beberapa perwakilan Ormas secara langsung meminta Presiden Soeharto mundur. Namun ia bergeming dan berencana membentuk komite dan kabinet reformasi untuk menjawab tuntutan tersebut.Sementara itu, nasib baik enggan untuk berpihak kepada Bagus. Diana, adik iparnya, aktivis reformasi, harus berbenturan pendapat dengan kakaknya ketika mengetahui Salma kakaknya hilang di tengah peristiwa kerusuhan. Diana menuduh Bagus tidak bisa menjaga Salma. Keadaan semakin pelik ketika Daniel, pacar Diana, keturunan Tionghoa yang juga ikut berjuang menuntut perubahan, harus kehilangan ayah dan adiknya dalam kerusuhan. Bahkan Daniel hampir terjebak sweeping warga yang menyaring orang-orang Non Pribumi, yang saat itu menjadi puncak issue rasial di Indonesia. Untungnya Daniel selamat dan menemukan keluarganya lalu ikut exodus meninggalkan Indonesia.Presiden Soeharto membentuk komite dan kabinet reformasi yang tidak mendapat tanggapan positif. Bahkan ketua MPR Harmoko meminta Presiden untuk mengundurkan diri. Selain itu ada 14 menteri menolak tergabung dalam kabinet reformasi.Salma terselamatkan dan dibawa ke sebuah rumah sakit. Di saat detik kelahiran anak pertamanya, Bagus dan Diana menemukan Salma. Bayi yang mereka nantikan dilahirkan.17 Tahun berlalu. Daniel kembali ke Jakarta dengan membawa abu kremasi ayahnya. Ayahnya ingin beristirahat untuk selama-lamanya di tanah kelahirannya itu. Daniel menemukan Diana. Keduanya masih memiliki semangat yang sama untuk melanjutkan semangat reformasi.
2.2 Perpektif Psikologi Politik dalam film di balik 98
Psikologi politik mewakili penggabungan dua disiplin, yaitu ilmu po litik dan ilmu psikologi. Psikologi politik menyangkut penjelasan tentang apa yang dilakukan orang-orang, dengan mengadaptasikan konsep-konsep psikologi. Sehingga konsep-konsep ini bermanfaat dan relevan dengan politik, kemudian mengaplikasikannya pada analisis tentang suatu masalah atau isu politik.
Politik sendiri mempunyai kepribadian politik yang mengarah ada teori dan sifat-sifat yang menggambarkan politik. Dari segi teori dan pendekatannya, psikologi politik mengarah pada pendekatan psikoanalisa, dimana segala tingkah-laku manusia bersumber pada dorongan-dorongan yang terletak dalam ketidaksadaran. Sedangkan pada teorinya, psikologi politik mengarah pada teori sifat dan teori motif.
Bila dikaitkan dengan film, tingkah laku masyarakat Indonesia dalam melakukan pemberontakan terhadap kinerja Presiden Soeharto pada masa itu adalah salah satu cerminan dari pendekatan psikoanalisa. Segala tindakan yang dilakukan baik mahasiswa ataupun kalanga nmasyarakat kecil biasa bersumber pada dorongan-dorongan dari dalam dir imereka. Ketidak sadaran yang ada dalam diri mereka memunculkan tindakan yang menurut mereka akan menghasilkan sebuah perubahan.
Bila dilihat dari teori motif yang mengarahkan perhatiannya pada kebutuhan akan kekuasaan, masyarakat Indonesia pada masa itu berjuang keras menuntut adanya keadilan dan kesamarataan dari pemerintah. Pemberontakan yang dilakukan bukan semerta-merta hanya basa-basi atau keinginan pribadisaja, melainkan karena menuntut adanya perubahan pada kepemimpinan Indonesia. Penggantian presiden adalah hal utama yang dijadikan alasan mengapa masyarakat Indonesia melakuka npemberontakan padamasaitu.
Keadilan pada tahun 1998 tidak terasa. Adanya perbedaan pelakuan dari pemerintah terhadap militer, mahasiswa, kalangan menengah atas sampai kalangan bawah mendorong masyarakat untuk menegakkan keadilan. Dikarenakan faktor pemerintah yang tidak mau mendengar secara baik-baik pendapat dari masyarakat, maka masyarakat Indonesia memilih untuk mengajukan aspirasi mereka dengan cara memberontak. Hal ini berkaitan dengan afek dan emosi yang bisa saja terjadi dan berkaitan dengan dunia psikologi politik.
Dalam psikologi politik juga terdapat studi tentang kepemimpinan dalam politik. Kepemimpinan itu sendiri menurut Burns (1978) memiliki dua jenis dasar, yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Namun, pada masa sebelum reformasi dua jenis dasar ini tidak terlihat dalam pemerintahan Soeharto. Karena, dua jenis kepemimpinan ini melibatkan pemimpin yang langsung mendekati rakyat dan ikut berkontribusi dengan apa yang dilakukan oleh rakyat.
Ikhtisar tentang nasionalisme. Bangsa adalah komunitas orang-orang yang merasa mereka secara mendalam adalah memiliki satu takdir yang sama untuk masa yang akan datang. Para nasionalis memberikan loyalitas utama mereka bagi bangsa yang dipresepsikan, yang dapat dianggap sebagai sebuah in-group identitas politik. Begitu pula dengan Indonesia yang rakyatnya memiliki rasa persaudaraan dan semangat juang yang tinggi. Jadi, tidak heran bila masyarakat Indonesia akan bersatu demi mewujudkansatucita-cita yang sama.
BAB 3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulandalam film di balik 98
Kesimpulan dari film ini jika dikaitkan dengan sudut pandang psikologi politik yang merupakan satu kajian ilmu “inter disipliner” antara ilmu politik dengan ilmu psikologi. Terdapat kajian utama yaitu pikiran, seperti di dalam film mereka melakukan pemberontakan dengan harapan segala aspirasi tersampaikan dn terwujudkan demi hal yang lebih baik bagi mereka. emosi, dan perilaku manusia dalam politik. Seperti yang terjadi didalam film yaitu dimana terjadi insiden pemberontakan masyarakat dikarenakan pemerintah yang enggan mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat.
Setelah runtuhnya orde baru dan diganti dengan reformasi, negeri kita banyak sekali yang melahirkan sosok politisi-politisi tapi sedikit sekali yang melahirkan sosok negarawan. Bahkan pemeran film sendiri mengatakan demikian. Penerapan psikologi untuk memahami konflik dan tindak kekerasan yang ekstrim seperti yang terdapat dalam film di balik 98 ini dapat dipahami secara individu ataupun kelompok. Konflik politik seringkali merupakan konsekuensi dari perbedaan etnis dan “etnosentrisme” Sumner (1906).
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Dewi. 2014. Tragedi Mei 1998 dan lahirnya komnas perempuan. Jakarta: Kompas.
Denny. 2006. Jatuhnya soeharto dan transisi demokrasi indonesia. Yogyakarta. LKIS.
Vera, Nawiroh. 2015. Semiotika dalam riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Agama dalam Sudut Pandang Sosiologi
Kelompok
8 :
Dinda Perwari
185120301111015
Putri Salma
Salsabilah 185120300111020
Rifa’i Anas Amirul Huda 185120300111030
Agama merupakan
salah satu aspek
penting dalam kehidupan masyarakat
yang perlu dipelajari
oleh para ilmuwan
sosial lainnya. Di
dalam kehidupan masyarakat, agama
muncul karena sifat
ketauhidan masyarakat tersebut.
Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena
kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta. Agama adalah sebuah kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat dimana masyarakat itu mempercayai adanya tuhan yang
menciptakan dan mengatur alam semesta. Agama mengandung nilai-nilai kehidupan, yang didalamnya terdapat
norma-norma yang mengatur kehidupan
manusia yang menganutnya, sebagai pedoman dan
petunjuk dalam hidupnya.
Menurut pandangan sosiolog, agama
dalam masyarakat adalah sebuah fakta sosial, artinya dalam hubungan agama
terdapat nilai dan norma yang mereflesikkan sebuah kegiatan dalam masyarakat.
Suatu agama penting bagi
kehidupan manusia, karena
agama mengandung
Nilai-nilai positif
yang menjadi acuan
manusia dalam bertindak, mendorong manusia
untuk berbuat adil,
jujur, berlaku kebajikan, dan amanah.
Agama juga mendorong
manusia agar selalu
hidup lebih baik lagi
dari sebelumnya, selalu
memperbaiki kehidupan dunia agar
kelak mendapatkkan kehidupan
yang baik di
akhirat. Pengaruh sistem nilai
pada kehidupan individu
dirasakan sebagai daya dorong
atau prinsip yang
menjadi pedoman hidup.
Dalam realitasnya nilai mempunyai
pengaruh dalam mengatur
pola tingkah laku, pola berpikir
dan pola bersikap. Nilai
adalah daya pendorong dalam
hidup, yang memberi
makna pada tindakan seseorang. Karena
itu nila menjadi
penting dalam kehidupan seseorang, sehingga
tidak jarang pada tingkat tertentu
orang siap untuk mengorbankan
hidup mereka demi
mempertahankan nilai.
Menurut Emile Durkheim, moralitas
yang mengtatur hubungan seseorang dengan seseorang yang lain dan menjadikannya
sebagai patokan tidak dapat dipisahkan dari unsur agama. Agama
menyatukan anggota
suatu masyarakat melalui
deskripsi simbolik umum mengenai
kedudukan mereka dalam
kosmos, sejarah dan tujuan
mereka dalam keteraturan
segala sesuatu.
Agama juga
mensakralkan kekuatan atau
hubungan-hubungan yang terbangun dalam suku.
Olehkarena
itu,agama Merupakan sumber keteraturan sosial dan moral, mengikat
anggota
masyarakat ke
dalam suatu proyek
sosial bersama, sekumpulan nilai dan tujuan
bersama.(
Imam Khoiri, Aneka Pendekatan
Studi Agama, (Yogyakarta:
LkiS, 1999), h 271)
Fungsi Agama :
Fungsi
agama menurut Thomas O’dea:
1.
Agama menyajikan dukungan moral dari sarana emosional, pelipur di saat manusia
menghadapi ketidakastian.
2.
Agama menyajikan sarana hubungan transendental melalui ibadat, yang menimbulkan
rasa damai dan identitas diri baru yang menyegarkan.
3.
Agama mengesahkan, memperkuat, memberi legitimasi dan mensucikan nilai dan
norma masyarakat yang telah mapan, dan membantu mengendalikan ketenteraman,
ketertiban, dan stabilitas masyarakat.
4.
Agama memberikan standar nilai untuk mengkaji ulang nilai-nilai dan norma-norma
yang telah mapan.
5.
Agama memberikan rasa identitas diri, tentang siapa dan apa dia; sebagaimana
dikemukakan Will Herberg, bahwa salah satu cara orang Amerika membentuk
identitas dirinya adalah dengan masuk ke dalam kelompok keagamaan.
6.
Agama memberikan status baru dalam pertumbuhan dan siklus perkembangan individu
melalui ritus.
Pranata Agama
Pranata
merupakan sebuah sistem khusus yang mengatur suatu tindakan yang berpola yang
tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan. pranata diuraikan dalam
berbagai lembaga sosial;
yang lebih kongkrit lagi
dalam bentuk organisasi
sosial yang memenuhi
segala kebutuhan manusia. Pranata sosial yang berhubungan dengan
kehidupan beragama suatu masyarakat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
mereka disebut pranata agama. Pranata agama ini berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan para anggotanya seperti ibadah, pendidikan agama dan dakwah,
hukum dan pengadilan agama,
partai politik yang berdasarkan agama,
keluarga, dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Organisasi- organisasi yang
berhubungan dengan agama
Organisasi-organisasi yang
berhubungan dengan suatu agama dibuat dalam bentuk lembaga
formal yang berhubungan dengan pemerintahan dan non pemerintahan seperti:
a. Departemen Agama
Republik Indonesia dari
tingkat pusat sampai tingkat
daerah.
b. Majelis Ulama Indonesia Pusat sampai
daerah.
c.
Persatuan
Gereja Indonesia.
d.
Wali
Gereja Indonesia.
e.
Organisasi-organisasi pendidikan keagamaan.
f.
Organisasi-organisasi
keagamaan.
g.
g.Organisasi
politik yang didasarkan pada suatu agama.
h. h. Organisasi- organisasi sosial keagamaan
Pelapisan Sosial dalam agama
Stratifikasi
masyrakat merupakan keadaan dalam
struktur suatu masyarakat
yang
menggambarkan keadaan
sosial suatu masyarakat Menurut hasil penelitian C.
Geertz, terdapat perbedaan penghayatan dan pengalaman agama
antara orang abangan
dan priyayi, antara kalangan santri
dan kalangan abangan
dan antara kalangan santri maupun kalangan priyayi.
Perbedaan itu lebih
banyak dipengaruhi oleh status
sosial dan tingkat kehidupan masing-masing lapisan
sosial tersebut.
Kesimpulan :
Agama mempunyai
kaitan yang sangat
erat dalam kehidupan bermasyarakat, agama mempunyai
fungsi sebagai peranan agama
dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
timbul
di
masyarakat yang tidak dapat dipecahkan
secara empiris karena keternatasan
dan ketidakpastian.Pentingnya keterlibatan pemimpin agama
dalam kegiatan pembangunan
ini adalah
dalam aspek pembangunan
unsure ruhaniah. Dalam
pelaksanaanya. Bahkan pemimpin agama dalam berperan lebih luas; bukan
hanya terbatas pada pembangunan
ruhani masyarakat tetapi
juga dapat berperan
sebagai motivator, pembimbing.
Dan pembei landasan etis
dan moral serta
menjadi mediator dalam
seluruh kegiatan aspek
pembangunan.
Daftar Pustaka:
D.
Hendropuspito. O.C. Sosiologi Agama. Yogyakarta
: Penerbit Kanisius, 1998.
Thomas
F. O’Dea, Sosiologi Agama Suatu
Pengenalan Awal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, Cetakan Ke VII,
h. 96
Dagdang
kahmad. Sosiologi Agama. 2009. PT Remaja. Rosdakarya: Bandung. 2009.
Rabu, 21 November 2018
Rangkuman Materi Stratifikasi dan Diferensiasi Sosial
Hakikat manusia
adalah makhluk sosial, artinya manusia senantiasa selalu butuh dan hidup bersama
dengan manusia yang lain. Manusia berinteraksi dengan manusia lain demi
mencukupi kebutuhan primer dan sekundernya. Dalam proses interaksi inilah
manusia sebagai bagian dari masyarakat sudah terkelompok-kelompokkan dengan
sendirinya berdasarkan apa yang menjadi kesepakatan dan nilai sosial yang sudah
ada di masyarakat.
Dalam lingkup masyarakat ada yang namanya
penghargaan dan penghormatan terhadap sesuatu hal –hal tertentu. Penghargaan
yang lebih tinggi terhadap sesuatu akan menempatkan nilai tersebut pada
kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Jika suatu masyarakat lebih
menghargai kekayaan material daripada kehormatan maka suatu masyarakat yang
mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan
masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam
kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Selain itu hakikat manusia yang
terlahir berbeda- beda, misalnya suku, ras, agama, etnis, pekerjaan, dsb
melahirkan sistem pelapisan masyarakat yang dinamakan diferensiasi sosial.
1.
Diferensisasi
sosial:
Merupakan sebuah sudut yang
memandang perbedaan secara horizontal. Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat
diklasifikasikan secara bertingkat misalnya seperti lapisan ekonomi : tinggi,
menengah , rendah. Perbedaan-perbedaan dalam kategori diferensiasi sosial
adalah perbedaan yang murni hakikat manusia lahir di dunia ini dan perbedaan
yang dipandang secara horizontal misalnya : pekerjaan, etnis, agama, ras, clan,
jenis kelamin, dan budaya.
Asumsi dasar dari diferensiasi
sosial adalah tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi dari
golongan lainnya.
Pengelompokan horisontal yang
didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan agama disebut kemajemukan
sosial, sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin
disebut heterogenitas sosial.
Diferensiasi
sosial ditandai dengan perbedaan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ciri fisik :
Meliputi
warna kulit, bentuk muka, rambut, hidung, mata, dsb.
2. Ciri sosial :
Muncul karena perbedaan pekerjaan yang
menyebabkan timbulnya cara pandang yang berbeda di masyarakat dan pola perilaku
yang berbeda di dalam masyarakat. Kategori ciri sosial seperti : peranan,
prestise, kekuasaan.
Contohnya
:pola perilaku seorang perawat berbeda dengan seorang karyawan.
Kantor.
3. Ciri budaya :
Berhubungan dengan pandangan hidup
masyarakat yang menyangkut nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Misalnya :
Religi, atau kepercayaan, sistem kekeluargaan , keuletan, ketangguhanHasil dari
nilai nilai tersebut dapat dilihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian
adat, agama, dsb.
Bentuk-bentuk
Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk
delapan kriteria diferensiasi sosial.
a. Diferensiasi Ras
b. Diferensiasi etnis
c. Diferensiasi clan
d. Diferensiasi agama
e. Diferensiasi profesi
f. Diferensiasi jenis kelamin
g. Diferensiasi daerah
h. Diferensiasi partai
Kesimpulan : Diferensiasi merupakan pengelompokan masyarakat
secara horizontal berdasarkan ciri-ciri tertentu.
2. Statifikasi Sosial :
Aristoteles
menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur, yakni orang- orang kaya sekali,
orang-orangmelarat dan orang-orang yang berada di tengah-tengah. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali
ditempatkan dalam lapisan atas oleh masyarakat,
sedangkan orang-orang melarat ditempatkan dalam lapisan bawah, dan orang- orang di tengah ditempatkan dalam lapisan
masyarakat menengah.
Beberapa
definisi stratifikasi sosial :
`a.Pitirim
A. Sorokin:
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarki).
b.Max
Weber :
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c.Cuber
:
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda
Stratifikasi sosial Social Stratification) berasal
dari kata bahasa latin “stratum”(tunggal)
atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi,stratifikasi sosial dapat
diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingka
Sebab timbulnya Stratifikasi sosial
:
Secara teoritis manusia
dianggap sama atau sederajat. Namun dalam perkembangannya
dan realitanya dalam kelompok sosial tidak begitu, Manusia terjadi segmentasi atau pembedaan atas lapisan lapisan
tertentu yang merupakan gejala umum dari suatu
realitas sistem sosial yang ada di masyarakat.
Selama dalam suatu masyarakat ada
sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, sesutau itu akan menjadi
bibi yang dapat menumbuhkan adanya
sistem lapisan dalam masyarakat itu. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat dapat berupa uang atau
benda-benda yang bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama, atau mungkin juga
keturunan yang terhormat. (
Sosiologi Suatu Pengantar Hal 197)
Fungsi
Stratifikasi Sosial
Distribusi
hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan,
tingkat
kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/
kedudukan
seseorang.
Daftar
Pustaka :
Soekanto,
Soerjono. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta:
PT Raja Grafindo persada. 2017.
Dra. Kun Maryati & Juju
Suryawati, S.Pd., Sosiologi jilid 1 untuk SMU kelas 2 , Esis, Jakarta, 2001.
Herdiyanto, arief. 2013. Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial.
https://sman1waledcirebon.files.wordpress.com/2013/01/diferensiasi-sosial-dan-stratifikasi-sosial.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)