Didalam ekonomi konvesional atau pun negara penganut paham pro pasar, konsep privatisasi adalah sebuah ide yang begitu menekankan pentingnya kemandirian sebuah perusahaan. Pemerintah sebaiknya lebih memikirkan masalah yang lain, ketimbang mengurusi perusahaan. Karena dengan aktifnya keterlibatan pemerintah dalam usaha bisnis, justru seringkali mendatangkan distorsi dalam perekonomian.
Sebagian besar BUMN ini justru memberatkan kondisi keuangan pemerintah. Jika mereka rugi, maka kas pemerintah yang harus menanggungnya. Jika pun untung, kebanyakan hilang dibawa angin. Memang tidak semua BUMN yang mengalami kondisi seperti ini, namun hampir sebagian besar BUMN tidak mempunyai prospek bisnis yang terlalu bagus.
Ha-Joon Chang dalam bukunya Bad Samaritans (2007) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan BUMN seringkali rugi:
1. Principal Agent Problem
2. Free Rider Problem
3. Soft Budget Constraint
Masalah yang pertama, yaitu masalah dimana negara tidak mungkin akan bisa mengawasi semua perusahaan yang mereka miliki. Para direksi perusahaan tentunya akan mengatakan bahwa mereka telah berusaha sebaik mungkin agar perusahaan ini bisa maju. Namun negara tidak bisa tahu apakah mereka benar-benar bersungguh-sungguh atau tidak dalam bekerja. Akibatnya ada agency cost disini, dimana wakil pemerintah di BUMN ini pun tidak mampu berbuat banyak bagi keberlangsungan sebuah perusahaan.
Kedua adalah masalah free rider. Warga negara, walaupun mereka tahu bahwa BUMN merupakan perusahaan publik, namun mereka tidak memperoleh insentif yang cukup untuk memelihara BUMN ini. Misalkan para direksi BUMN, mereka mengetahui bahwa BUMN milik negara dan mereka harus mengupayakan agar BUMN ini bisa untung dengan maksimal. Namun, karena perusahaan ini ditalangi oleh negara, maka mau rugi atau tidak, mereka yang menjadi direksi akan tetap memperoleh gaji yang besar. Sehingga tidak ada insentif bagi mereka untuk berusaha lebih.
Terakhir, seperti yang telah disinggung sebelumnya, karena BUMN bagian dari pemerintahan, maka seringkali memperoleh bantuan dari negara. Tidak ada masalah bagi perusahaan apabila mereka mengalami kerugian. Toh mereka juga akan dibantu oleh negara pada akhirnya.
Tiga alasan diatas menjadi penyebab kenapa BUMN sulit untuk suskes. Memang tidak semuanya begitu karena ada juga perusahaan negara yang bisa sukses. Tetapi sebagian besar mengalami kondisi yang tragis seperti ini. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar dapat memperbaiki kondisi BUMN.
Adapun Hal-hal yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi BUMN adalah
.1. BUMN saat ini bukan sapi perah lagi yang setiap pergantian pemerintahan harus menganti direksi yang selalu disesuaikan dengan selera penguasa terutama untuk BUMN sekelas Pertamina, harus dicegah sedini mungkin. Semua pihak, baik pemerintah, DPR maupun para politisi harus memiliki pemikiran untuk memajukan, mengembangkan agar BUMN menjadi pemain ekonomi kelas global. Bukan pemain ekonomi yang jago kandang.
2. Privatisasi BUMN
Definisi Privatisasi BUMN
Terdapat
banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah
privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti
luas, seperti J.A. Kay dan D.J. Thomson sebagai “…means of changing
relationship between the government and private sector”. Mereka
mendefinisikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan antara
pemerintah dan sektor swasta. Sedangkan pengertian privatisasi dalam
arti yang lebih sempit dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies
yang mengertikan privatisasi sebagai denasionalisasi suatu industri,
mengubahnya dari kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan swasta.
Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan
industri dari pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada
dominasi kepemilikan saham akan berpindah ke pemegang saham swasta.
Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup perubahan hubungan
antara pemerintah dengan sektor swasta, dimana perubahan yang paling
signifikan adalah adanya disnasionalisasi penjualan kepemilikan publik.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh
pengertian bahwa privatisasi adalah pengalihan aset yang sebelumnya
dikuasai oleh negara menjadi milik swasta. Pengertian ini sesuai dengan
yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN,
yaitu penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
pemilikan saham oleh masyarakat.
Tujuan-tujuan Privatisasi BUMN
- Tujuan yang bersifat ekonomi
BUMN
dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak
dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi,
sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai
oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar
lokasi BUMN memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan serta
mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal
swasta.
- Tujuan BUMN yang bersifat sosial
Tujuan
BUMN yang bersifat sosial dapat dicapai melalui penciptaan lapangan
kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan
lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya
untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan
mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung
kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan
pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang
berada di sekitar lokasi BUMN.
- Tujuan privatisasi dari sisi pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) yaitu:
- Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
- Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;
- Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan;
- Meningkatkan pilihan bagi konsumen.
- Tujuan dari segi politik yaitu:
- Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu dan memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;
- Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta memperluas kepemilikan kekayaan;
- Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;
- Meningkatkan kemandirian dan individualisme.
Alasan Munculnya Privatisasi BUMN
Privatisasi
Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) merupakan salah satu program penting
pemerintah dan telah digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) 1999 yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyehatkan
BUMN/BUMD, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum,
sementara bagi yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum
didorong untuk privatisasi.
Alasan dilakukannya privatisasi BUMN:
ü
Meningkatkan kinerja berupa efisiensi ekonomis BUMN yang ditunjukkan
dengan harga jual yang rendah dan meningkatnya kualitas produk.
ü Mengurangi defisit keuangan.
ü Mencapai keseimbangan antara sektor publik dan sektor swasta.
ü
Privatisasi bertujuan untuk menciptakan investasi baru, termasuk
investasi asing, kepemilikan saham yang lebih besar dan pendalaman
sistem keuangan dalam negeri.
ü Tidak memiliki dana segar menyubsidi BUMN agar terus berkembang demi kepentingan masyarakat.
ü Banyak BUMN yang tidak dapat menghasilkan keuntungan maksimal untuk dikontribusikan bagi kemakmuran rakyat melalui APBN.
ü Maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menyebabkan BUMN ineffisiensi.
Pro Kontra Privatisasi BUMN
Sebagai
sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program
privatisasi masih disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan
diuraikan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya pro dan
kontra tersebut.
1. Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi
Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi.
BUMN
sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros,
tidak professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan
penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang sering
dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya
persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak
monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini
mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN. Hal ini akan berbeda jika
perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan didukung
dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan,
semisal meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya
disiplin persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien.
Pembebasan kendali dari pemerintah juga memungkinkan perusahaan tersebut
lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa bahkan dengan
kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan
membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output
ekonomi secara keseluruhan.
Mendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi
yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu
terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan
berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.[12] Privatisasi juga dapat mendorong perusahaan baru yang
masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi BUMN dan
infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang
selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara
umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang
berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat
mengurangi subsidi pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang
bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan
yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan
demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran
pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
2. Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi
Beberapa
alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi
sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh
pihak-pihak yang kontra. Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi
dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi
motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi adalah
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan
kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan
tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan
kinerjanya menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang
diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada
perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan
terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah
itu baru kemudian dijual.
Alasan untuk
meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika
terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun
sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi
dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan
kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya
jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya
masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan
bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.
Masalah-masalah BUMN
Ketika
memberikan sambutan dalam pembukaan "Indonesia Business-BUMN Expo and
Conference (IBBEX) 2010" di Jakarta Convention Center, Jakarta, Presiden
Yudhoyono menyebutkan penyakit BUMN, antara lain:
- Penyakit pertama adalah kebiasaan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk merambah semua sektor usaha. Hal itu sebagai kebiasaan buruk karena tidak semua bidang usaha sesuai dengan kegiatan utama BUMN tersebut. "Dalam sisi agama hal ini bisa disebut serakah," kata Presiden menegaskan. Sebuah BUMN seharusnya fokus dan maksimal dalam bidang usaha yang menjadi kegiatan utamanya. Perilaku yang tidak fokus dan merambah semua bidang usaha, tanpa strategi matang bisa menjadi penyebab kebangkrutan BUMN.
- Penyakit kedua adalah kondisi ketika BUMN menjadi sapi perah. BUMN memang harus memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara. Namun demikian, kewajiban BUMN itu harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga tidak meruntuhkan kondisi keuangan BUMN.
- Penyakit terakhir adalah BUMN menjadi obyek bancakan atau obyek eksploitasi bersama. Situasi ini terjadi ketika satu atau sekelompok orang berusaha mendapat keuntungan pribadi dari setiap kegiatan BUMN. Kondisi tersebut akan sangat merugikan BUMN karena keuntungan yang seharusnya disumbangkan kepada masyarakat justru dinikmati oleh segelintir orang saja.
Untuk
menghindari tiga keadaan buruk itu, diharapkan semua pihak menyadari
pentingnya BUMN sebagai salah satu pilar pertumbuhan perekonomian
Indonesia. Selain itu, kalangan BUMN juga harus meningkatkan kinerja dan
melakukan efisiensi untuk mencapai hasil yang maksimal. BUMN juga
diminta untuk jeli dan memanfaatkan setiap peluang yang ada di dalam
negeri maupun dalam kancah perekonomian global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
DON'T RUSUH!