Selasa, 04 Desember 2018

Snock Hurgronje dan Pandangannya Terhadap Islam



Pada awalnya, kajian orientalis pada abad 8 hingga abad 15 masih dipenuhi dengan nuansa polemik. Pada abad tersebut, kajian banyak dilakukan terhadap bahasa ketimuran dan manuskrip-manuskrip al-Qur’an. Kajian orientalis sendiri dalam perkembangannya dilakukan atas dasar berbagai macam kepentingan dan latarbelakang. Seperti halnya kepentingan akan kolonialisme sebagai upaya orang-orang Barat untuk menguasai wilayah-wilayah jajahan di Timur. Indonesia adalah salah satu wilayah Timur yang digadang oleh pemerintah kolonial Belanda untuk dikuasai karena banyaknya kekayaan alam yang dimilikinya. Namun, hal yang masih menjadi permasalahan adalah karena belum semua wilayah di Indonesia (Hindia Belanda, saat itu) dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. Berbagai upaya dan taktik digunakan guna menaklukkan wilayah-wilayah tersebut.
Snouck Hurgronje dikenal di Indonesia sebagai salah satu antek Belanda yang berusaha membantu Belanda untuk menguasai Aceh dengan cara melakukan kajian dan penelitian terhadap warga Islam Aceh. Snouck Hurgronje sendiri sebenarnya adalah tokoh orientalis dari Leiden Belanda, kiprahnya di dunia Barat banyak diagung-agungkan. Karena prestasi dan keberaniannya berpura-pura memeluk Islam dengan mengganti namanya menjadi Abdul Gahffar dan kemudian pergi ke Mekkah untuk mengumpulkan informasi bagi konklusi pemecahan masalah Aceh bagi Belanda.[1]
Chistian Snouck Hurgronje lahir pada 8 Februari 1857. Ayahnya, Ds. J. J. Snouck Hurgronje adalah seorang pendeta yang dalam karirnya tidak berjalan dengan mulus. Karena hubungan gelapnya dengan Anna Maria, ia dipecat dari gereja. Namun, setelah meresmikan hubungan mereka ayahnya diberikan lagi kesempatan utnuk mengabdipada gereja.[2]Pada tahun 1874, ia mempelajari teologi di Leiden dari gurunya, Abraham Kuenen dan kemudian belajar bahasa Arab dan Islam pada M.J. de Goeje. Pada tahun 1880, ia berhasil menyusun disertasinya yang berjudul Het Mekaansche Feast (berhaji ke Mekkah).[3]
Gagasan-gagasannya mengenai Islam dan politik kolonial sendiri, ia dapatkan dari pembelajarannya mengenai teologi modernd di fakultas teologi. Aliran teologi modern memandang Alkitab dan kitab-kitab yang diwahyukan seperti al-Qur’an hanya sebagai piagam keagamaan insani. Mereka menolak hal-hal yang diluar nalar dalam kitab-kitab tersebut seperti adanya mukjizat atau dongeng-dongeng ajaib. Agama menurut mereka adalah sebuah kesadaran akhlak secara kodrati, meskipun lemah pasti tetap ada dalam jiwa manusia. Pandangan mereka terkait agama Islam sendiri bahwa Islam kaitannya dengan Kristen bukanlah suatu kemajuan tapi kmunduran. Begitupula dengan tingkatan akhlak Islam adalah lebih rendah dari pada
Kristen, sama juga dengan peradabannya.[1] Namun ketika menilai Nabi Muhammad dengan penilaian positif, dalam disertasinya ia menjelaskan bahwa Muhammad adalah orang yang gigih dan pantang menyerah, orang yang menepati janji-janjinya.[2]
Menurut berita yang disampaikan oleh anak perempuannya, Christien bahwa Snouck Hurgronje merasa dirinya berada diantara Yahudi - Kristen – Islam. Ketika di Mekkah, ia hidup sebagai muslim seperti halnya muslim lainnya, ia mengucapkan Syahadat sebagai bukti keislamannya. Pada keyakinannya, ia memang mengakui adanya satu Tuhan dan melihat Muhammad di garis nabi-nabi Yahudi. Tapi ia tidak akan lupa bahwa pada dasarnya ia merupakan seorang kristiani.[3]


[1]P. Sj. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje dan Islam (Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial), terj. Redaksi Girimukti Pasaka, (Jakarta : PT. GIRIMUKTI PASAKA, 1989), hlm 111-113.
[2]P. Sj. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje dan Islam (Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial), terj. Redaksi Girimukti Pasaka, (Jakarta : PT. GIRIMUKTI PASAKA, 1989), hlm 31.
[3]P. Sj. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje dan Islam (Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial), terj. Redaksi Girimukti Pasaka, (Jakarta : PT. GIRIMUKTI PASAKA, 1989), hlm 248.


[1]Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, terj. Syuhudi Ismail, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm 157.
[2]P. Sj. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje dan Islam (Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial), terj. Redaksi Girimukti Pasaka, (Jakarta : PT. GIRIMUKTI PASAKA, 1989), hlm 109-110.
[3]142.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DON'T RUSUH!