Rabu, 31 Oktober 2018

Komunitas Samin Kabupaten Blora dalam Arus Perubahan
















Disusun Oleh :


Rifai Anas Amirul Huda (Psikologi B-1) (185120300111030)


Universitas Brawijaya





Kabupaten Blora adalah sebuah kabupaten yang letaknya terpencil, Kabupaten Blora sendiri dikelilingi oleh deretan Pegunungan Kendeng. Berdasarkan wilayah Blora yang dikelilingi deretan pegunungan kapur tersebut, daerah ini menjadi terisolasi dari masyarakat sekitar. Hal itu dapat tercemin dalam kehidupan suku samin tempo dulu.


Ajaran Saminisme merupakan sebuah aliran yang mengajarkan idealisme yang kuat dimana ajaran ini menolak segala kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda yang pada waktu itu, misalnya saja pada saat Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan politik etis, suku samin ini menolak mentah-mentah untuk disekolahkan dan dijadikan objek politik Pemerintah Kolonial Belanda.


Sebutan suku samin ini sebetulnya kurang cocok untuk menggambarkan sekelompok orang yang mengikuti sebuah ajaran saminisme yang di bawa oleh Samin Surosentiko. Orang-orang yang menganut saminisme dalam skala yang banyak dan mendiami sebuah daerah ( Pati, Kudus, Bojonegoro, dan Blora) ini lebih tepat disebut dengan komunitas. Hal itu terjadi karena samin tidak memenuhi kriteria sebuah suku seperti adanya rumah adat, tarian tradisional, tetapi samin sendiri hanya berisi pemikiran dan ajran mengenai kehidupan.

Dalam ajarannya komunitas samin ini terdapat pokok-pokok ajaran yaitu sebagai berikut 1) Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dalam hidupnya. 2)Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang lain. 3) Bersikap sabar dan jangan sombong. 4) Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama denganroh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya. 5)Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena tertulis dalam Kitab Suci Orang Samin.


Sebagaimana ajarannya para pengikut saminpun mematuhi dan menaati apa yang dianggapnya sebgai falsafah hidup mereka tersebut. Orang orang samin biasanya mempunyai prinsip yaitu : tidak mau bersekolah, tidak mau memakai peci, tapi memakai tali kepala, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang ( hanya memakai celana selutut), tidak bergadang, dan anti terhadap kapitalisme. Penyebaran ajaran samin sendiri pertama kali Samin Surosentiko (tokoh pembawa ajaran samin) menyebarkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora Jawa Tengah pada tahun1890. Setelah tahun 1890 ajaran samin ini cukup berkembang pesat dan akhirnya berkembang luas ke daerah utara pulau jawa semisal Pati, Kudus, Bojonegoro namun dari setiap daerah yang berbeda itu sebutan untuk komunitas samin ini berbeda-beda misalnya samin blora sering disebut sedulur sikep, sedangkan untuk daerah Pati dan Brebes, terdapat pecahan Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin Anyar, yang telah meninggalkan tatacara hidup suku Samin dahulu.


Sebagian masyarakat memberikan stigma bahwa orang-orang Samin ini ngeyelean, sulit diatur. Sifat samin yang seperti itu terjadi karena kecenderungan orang-orang samin itu memang lugu, bahkan lugunya mereka melebihi batas wajar. Mereka selalu berbicara apa adanya dan dalam prinsip mereka penggunaan tingkatan bahasa dalam tatanan masyarakat Jawa pada umumnya ( krama inggil, krama madya, ngoko) tidak terlalu penting untuk dilaksanakan. Mereka berpandangan bahwa bahasa itu tidak penting tetapi yang lebih penting adalah tingkah laku seseorang. Dalam sistem kekerabatan orang samin tidak jauh berbeda dengan masyarakat jawa pada umumnya namun orang samin ini memiliki ciri khusu yaitu mereka tidak mengenal silsilah keluarga lebih dari kakek-nenek


Anti perubahan dan selalu mengasingkan diri dari masyarakat adalah sebuah stereotype yang sangat melekat pada komunitas samin ini. Pada asumsi ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Pada mulanya memang komunitas samin ini sangat kolot akan perubahan dimana mereka menolak segala kebijakan yang diperintahkan dari mulai Pemerintahan Kolonial Belanda sampai Pemerintahan Republik Indonesia ini, misalnya saja bila pada masa Belanda, komunitas samin ini kerap kali tidak membayar pajak, dan menyerahkan hasil pertaniannya kepada Belanda dengan alasan bahwa mereka menghuni tanah airnya sendiri dan menikmati hasil bumi dari alam, mengapa kok harus bayar segala.


Stereotype itu juga berkembang pada persoalan sosial kemasyarakatan khususnya perkawinan. Orang samin sering kali melaksanakan perkawinan tanpa melibatkan lembaga-lembaga pemerintahan (sejak zaman dahulu dan sekarang) dan agama. Hal itu terjadi karena agama masyarakat samin tidak diakui sebagai agama. Orang samin menyebut agama yang mereka anut adalah agama Adam yang diwariskan turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.


Lambat-laun kondisi masyarakat samin inipun berubah karena terjangan arus modernisasi dan perubahan yang begitu cepat. Dalam sosiologi dikenal konseop bahwa hakikat dari manusia adalah dinamis, dalam arti manusia itu selalu ingin melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan akan interaksinya pula. Perubahan dapat terjadi secara cepat maupun lambat disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan. Umumnya masyarakat awam memiliki pandangan bahwa orang-orang samin adalah masyarakat yang statis, tidak maju, dan tidak berubah, namun pada faktanya kondisi masyarakat samin sekarang telah berubah dan mengikuti perkembangan zaman, disamping mereka juga masih memegang erat nilai-nilai luhur yang mereka anut.


Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat samin diantaranya yaitu 1) agama, agama yang dipercaya oleh masyarakat samin pada awalnya adalah agama Adam namun dengan berkembangnya waktu, berubah menjadi agama budhaisme, dan sekarang agama yang dianut orang samin adalah agama islam. Hal itu tercermin dari tulisan di kolom agama pada KTP orang samin yang tertera agama islam, walaupun dalam prakteknya mereka masih menerapkan agama Adam.2) perkawinan, di masa lalu orang samin yang hendak kawin hanya membutuhkan persetujuan orang tua namun mengingat sekarang mayoritas orang samin beragama islam maka mereka mengikuti prosedur formal yaitu melalui KUA (Kantor Urusan Agama).. 3) sanksi, dulunya masyarakat samin tidak mengendahkan adanya sanksi dikalangan masyarakat samin itu sendiri dan masyarakat umum, namun sekarang mereka mulai mengendahkan aturan-aturan formal yang berlaku. 4) Teknologi, masyarakat samin sekarang sudah mengenal teknologi, untuk kebutuhan mereka misalnya dalam pertanian masyarakat samin sudah menggunakan traktor, dalam kehidupan sosialnya masyarakat samin juga sudah memiliki sepeda motor dan televisi.5) Mata pencaharian, dahulu mayoritas masyarakat samin adalah petani, namun sekarang kebanyakan masyarakat samin adalah pedagang. Walaupun berdagang sebenarnya melanggar norma samin, namun karena jumlahnya semakin banyak maka hal itu dianggap sebagai sebuah kewajaran.


Kesimpulan : Masyarakat samin adalah masyarakat yang unik dan memiliki identitas yang khas dalam diri mereka. Identitas inilah yang masih dipegang oleh masyarakat samin sampai sekarang. Namun dengan derasnya arus modernisasi, masyarakat saminpun mengalami perubahan sosial seperti yang diterangkan diatas. Hal itu dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal terlebih lagi faktor pengaruh dari masyarakat luar (non samin)


Daftar Pustaka:


Soekanto, soerjono & Sulistyowati, budi.(2017) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,


Lestari, puji. Analisis Perubahan Sosial pada Masyarakat Samin (Studi Kasus di Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora). https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3403 (diakses pada 6 Oktober 2018)


Sri, indah & Lestari, puji. Masyarakat Samin Ditinjau dari Sejarah dan Nilai-nilai Pendidikan karakter. https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/view/17737/0 (diakses pada 05 Oktober 2018)


Octaviani, emillia vinna. Pola Komunikasi Suku Samin di Kabupaten Blora Terkait ajaran yang dianutnya. http://journals.usm.ac.id/index.php/the- messenger/article/view/294 (diakses pada 05 Oktober 2018 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DON'T RUSUH!