Rabu, 22 Maret 2017

Tulehu “Kabupaten Maluku Tengah Gudang Pemain Timnas”.



Timnas Indoneisa yang beberapa hari yang lalu sukses masuk final piala AFF 2016 tak luput dari sorotan publik, salah satunya adalah keberhasilan desa Tulehu dalam memasok para pemain timnas Indonesia dari tahun ke tahun. Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, di Maluku Tengah bukanlah desa biasa. Desa ini memiliki "sihir" yang luar biasa dalam melahirkan pesepakbola nasional. Desa ini telah melahirkan nama-nama tenar pesepakbola nasional. Seperti Khairil Anwar Persebaya, Imran Nahumaruri Persija, Ajie Lestaluhu PSM Makasar, Ramdani Persija, Hasyim Kipuw Arema Cronus, Akbar Lestaluhu Mitra Kukar, Ricky Orela dan Hendra Bayau dari Semen Padang, Ricky Sanjaya Pelita Bandung Raya, Alfian

Adat Tulehu, Bayi Tujuh Bulan Di Turunin Ke Lapangan Bola

Konon anak-anak lelaki di Tulehu, harus pandai bermain bola. Mereka merasa dikucilkan, ketika tak pandai menendang bola. Bermain bola bagi anak-anak Tulehu seperti menimba ilmu di pendidikan formal. Punya jadwal, dan punya tujuan. Menjadi pemain terbaik, lalu bermain di timnas. Terakhir, banyak anak-anak disana, ingin bermain di lapangan Eropa.

Negeri itu sangat kuat adat, demikian pula agama. Adat sangat kental, sekental anak-anak belia sampai pria dewasa menjadikan sepakbola sebagai bagian dari hidup mereka. Adat dan sepakbola tumbuh subur bersama. Melekat, dan tak mudah luntur. Karen itu, setiap anak yang lahir selalu mengenal tiga hal, agama, adat, kemudian sepakbola. Setiap bocah laki-laki yang lahir di negeri ini diciptakan untuk bermain sepakbola. Lalu kegilaan anak-anak Tulehu terhadap sepakbola ini, kemudian membentuk kebiasaan dan budaya baru. Saat seorang bayi Tulehu berusia tujuh bulan, kaki mereka akan diolesi rumput lapangan sepakbola yang diletakkan di dalam piring atau semacam wadah.

Proses ini bisa dilihat pada saat aqikah. Ada maknanya, yaitu simbolisasi tentang orangtua yang berharap anaknya bisa membawa nama baik keluarga dan Tulehu melalui kulit bundar.
Proses Pembibitan Pemain Tulehu
Di lapangan sepak bola berumput jarang di desa adat yang letaknya 25 kilometer sebelah timur laut Kota Ambon itu, sebuah harapan tak pernah berhenti ditanamkan.
Di lapangan Matawaru yang dikelilingi pemakaman muslim dan perkampungan warga, serta tak ketinggalan sapi berikut kotorannya bertebaran di sudut-sudut lapangan, tumbuh subur hasrat dari anak-anak Tulehu untuk menjadi pemain sepak bola.
Ada tiga sekolah sepak bola (SSB)yang aktif dan menjadi jembatan mimpi anak-anak berusia 9 hingga 17 tahun, yakni Tulehu Putra,Maehanu FC, dan Persenal FC.
Tiga SSB itu menjadi sarana agar mereka bisa mengikuti jejak para pemain tim nasional asal desa itu, seperti Imran Nahumarury, Rachel Tuasalamony, Ramdhani Lestaluhu, Alfin Tuasalamony, Chairil Anwar Ohorella, Hendra Adi Bayau, Hasyim Kipuw, dan Rizky Sanjaya Pellu.
"Meski Desa Tulehu baru dikukuhkan sebagai kampung sepak bola pada Februari 2015, sejarah sepak bola di desa ini sudah lama sekali. Sejak dahulu tertanam hasrat dan tradisi bahwa anakanak desa ini harus bisa menjadi pesepak bola," tutur Sani Tawainella, pendiri SSB Tulehu Putra.
Tulehu Masuk Film

Bisa dibilang Tulehu mulai dikenal luas saat kisah tentang desa ini di angkat ke layar lebar oleh Sutradara Angga Dwimas Sasongko dan Glenn Fredly yang tergabung sebagai co-producer. Ide ceritanya sendiri didapat saat sang sutradara datang ke Maluku dan minta di antar oleh tukang ojek. Bukan suatu kebetulan bila tukang ojek tersebut adalah Sani Tawainella, tokoh yang cerita hidupnya dijadikan cerita utama film ini. Sani Tawainella merupakan mantan pemain bola yang pernah memperkuat timnas Indonesia U-15 pada piala pelajar Asia tahun 1996 di Brunei Darussalam. Namun ia gagal menjadi pemain profesional setelah sebelumnya gagal dalam seleksi PSSI Baretti. Sani akhirnya memutuskan pulang ke Maluku dan menjadi tukang ojek.

Pada 1999 pecah kerusuhan di Ambon. Kerusuhan yang berbau sentimen agama ini juga mencapai Tulehu. Untuk mencegah anak-anak terlibat kerusuhan, Sani mengajak mereka berlatih sepakbola di lapangan Matawaru. Sani tidak ingin anak-anak memiliki kenangan konflik dalam benak mereka. Awalnya apa yang dilakukan Sani ini mendapat cibiran dari masyarakat karena dianggap tidak berguna.

Sani kemudian membentuk SSB Tulehu Putra bersama temannya, Rafi. Saat kerusuhan berangsur pulih, Tulehu Putra mengikuti turnamen John Mailoa Cup. Tapi Sani yang mulai jarang menemani anak didiknya berlatih karena harus mencari nafkah untuk anak istrinya dengan mengojek akhirnya keluar dari Tulehu Putra dan bergabung dengan tim SMK Passo. Masuknya Sani ke tim SMK Passo ini juga sempat ditentang oleh pihak SMK Passo karena Sani seorang muslim sedangkan SMK Passo merupakan sekolah nasrani. Namun pihak sekolah akhirnya bisa diyakinkan oleh Josef Matulessy yang merupakan guru olahraga sekolah tersebut agar Sani bisa melatih di tim sekolah tersebut.

Dengan masuknya Sani ke tim Passo, dua anak didik Sani di Tulehu Putra membelot ke tim ini yaitu, Alfin dan Salim. Di final turnamen John Mailoa Cup, Tulehu Putra bertemu SMK Passo. Pertandingan tersebut akhirnya dimenangkan Tulehu Putra dengan skor 1-0 dan keluar sebagai juara.

Dalam rangka digelarnya Piala Medco U-15, Sani ditunjuk sebagai pelatih. Pemain-pemain yang diambil pun berasal dari Tulehu Putra dan SMK Passo. Hal ini ditengarai PSSI Maluku telat menerima kabar dari PSSI Pusat tentang penyelenggaraan turnamen. Sani ditunjuk sebagai pelatih karena dianggap dekat dengan para pemain.

Pada turnamen yang digelar di Jakarta itu akhirnya tim dari Maluku keluar sebagai juarai seusai mengalahkan tim Jakarta lewat babak adu pinalti. Para pemain yang bertanding untuk tim Maluku saat itu di antaranya Alfin Tuasalamoni, Riki Pellu, Sadek Sanaky, Salim Ohorella dan Hendra Adi Bayau.

Film yang berjudul Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ini cukup sukses. Meski hanya ditonton sekitar 250 ribu orang di bisokop, namun film ini berhasil meraih penghargaan Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik dan Film Terbaik pada penghargaan FFI 2014.

Selain Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, kisah tentang Tulehu jug pernah diangkat ke dalam sebuah novel yang berjudul Jalan Lain Ke Tulehu karya Zen RS. Zen RS sendiri dikenal sebagai penulis dan pemerhati sepakbola.

Tulehu merupakan tempat persemaian bibit Garuda. Sudah sepantasnya mendapatkan perhatian lebih dari seluruh stakeholder persepakbolaan negeri ini. Semangat tinggi, Haturessy!
Total ada 60 pemain yang berasal dari desa Tulehu yang pernah membela tim Merah Putih
Di Timnas U 19 asuhan Eduard Tjong yang berlaga di Piala AFF 20116 ada pemain sayap Pandi Lestaluhu, pada timnas U-19  yang menjuarai Piala AFF 2013 juga ada Al Qomar Tehupelasuri
Ayah Al Qomar hanya bekerja sebagai petugas keamanan  pompa bensin, sementara ibunya membuka warung makan di rumah. “Kalau bicara sumbangsih pemain untuk timnas. Maluku merupakan salah satu yang paling utama. Bahkan kampung Tulehu menjadi satu-satunya desa di Indonesia yang menyumbang sampai 60 pemain untuk tim Merah Putih , Yang terakhir ada nama beken semacam Abduh Lestaluhu dan Manahati Lestusen yang membela Indonesia di Piala AFF 2016 “ ( data Asosiasi Provinsi PSSI Maluku , Supyan Lestaluhu.
Data tersebut terus berubah karena dari kampung itu selalu ada pemain yang di panggil timnas. Bila diruntut ke belakang pemain asal Tulehu pernah merasakan persaingan di timnas sejak 1980 an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DON'T RUSUH!