Minggu, 01 September 2019

KRITIK JURNAL “MACROECONOMIC CONDITION AND BANKING INDUSTRY PERFORMANCE IN INDONESIA.

Link Jurnal : https://www.researchgate.net/publication/323937309_MACROECONOMIC_CONDITION_AND_BANKING_INDUSTRY_PERFORMANCE_IN_INDONESIA

Nama : Rifa’i Anas Amiurl Huda
NIM : 185120300111030
Kelas : B.Psi 2
Fakultas/Prodi : FISIP/Psikologi

            Jurnal ini adalah jurnal penelitian yang membahas mengenai kajian dampak ekonomi makro terhadap NPL dan CAR. NPL (Non Performing Loan) adalah salah satu indikator kesehatan aset suatu bank. Indikator tersebut dapat berupa rasio keuangan pokok yang mampu memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, serta likuiditas. NPL yang biasa digunakan adalah NPL neto, yakni NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset sendiri merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank serta kecukupan manajemen risiko kredit. Hal tersebut berarti NPL merupakan indikasi tentang adanya masalah dalam bank tersebut, yang apabila tidak segera diatasi, maka akan membawa dampak buruk bagi bank itu sendiri.
            Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6 / 10 / PBI / 2004 tanggal April 2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) yakni sebesar 5%. Faktor pendukung terjadinya NPL diantaranya :
1.      Tidak adanya Itikad Baik dari Debitur, artinya debitur tidak mampu/ tidak mau melunasi bunga dan pokok pinjaman. Hal ini akan menyebabkan nilai NPL pada bank akan semakin besar, secara otomatis kondisi ini akan mengurangi deviden dan laba dari bank.
2.      Kebijakan dari Pemerintah dan Bank Indonesia. Misalnya kebijakan kenaikan BBM tentu akan menyebabkan perusahaan yang mengkonsumsi BBM untuk kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambilkan dari laba (yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan kredit), guna memenuhi biaya produksi. Pada akhirnya, perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya pada bank.
3.      Kondisi Perekonomian. Kondisi perekonomian suatu Negara juga memiliki pengaruh atau andil cukup besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL antara lain:inflasi dan kurs rupiah.
            Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
            Dalam Perekonomian Indonesia, besar bank-nya masih mengandalkan kredit sebagai pemasukan utama untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dalam jurnal dijelaskan bahwa Dari aspek internal, Altunbas (2000) menemukan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM)berpengaruh positif terhadap NPL. Hughes and Mester (1993) dan Girardone (2004) menemukan bahwa ada hubungan positif antara NIM dengan non performing loan. Begitupun Misra dan Dhal (2010) menemukan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap NPL. Faktor lainnya yaitu Aset bank, pada penelitian Misra dan Dhal (2010) mengemukakan bahwa Aset berpengaruh negatif terhadap NPL. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ranjan dan Dhal (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara Operational Assets (OCTA) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan NPL.
            Adapun faktor penyebab pembiayaan bermasalah dari sisi eksternal yang direpresentasikan dengan Gross Domestic Product (GDP) dan inflasi. Salas dan Saurina (2002) menunjukkan adanya hubungan antara GDP dengan NPL. Hasil penelitian itu ditegaskan oleh Jimenez dan Saurina (2004) bahwa NPL dipengaruhi oleh GDP. Wu (2003) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP di beberapa negara berkembang Asia Timur dan Asia Tenggara berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bermasalah (NPL). Penelitiannya menggunakan persamaan NPL yang dipengaruhi oleh pertumbuhan GDP, perubahan harga perumahan, primary landing rate dan rasio corporate real estate loans terhadap individual real estate loans. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan 1% pertumbuhan GDP akan menurunkan rasio NPL sebesar 0.122 %.
            Dari kesimpulan jurnal ini disebutkan bahwa secara umum bank dengan jumlah modal lebih kecil kurang mampu untuk segera menyesuaikan diri menghadapi peningkatan rasio NPL akibat dari depresiasi nilai tukar, oleh karenanya bank-bank dengan modal lebih kecil harus berhati-hati menghadapi risiko nilai tukar. Sedangkan  kebijakan restrukturisasi kinerja bank perlu dilakukan pada bank dengan aset besar, karena peningkatan suku bunga ternyata menyebabkan penurunan CAR lebih tinggi pada kelompok bank beraset besar.
            Menurut pendapat saya pribadi bahwa dalam menjalankan fungsi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah Bank Indonesia dituntut untuk menjalankan kebijakan Macroprudensial dengan efektif serta berkoordinasi dengan OJK selaku penerima mandat pelaksanaan kebijakan microprudensial. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadinya resiko bank yang tidak mampu likuid sehingga berpotensi terjadinya gejolak sistemik yang mampu menyebabkan guncangan ekonomi di Inonesia. Dari pihak bank-bank umum yang bermodal kecil juga dituntut akan mampu memperkirakat resiko likuiditas terhadap kemampuan bank-nya untuk dapat eksis dan bertahan terhadap gejolak nilai tukar yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Apabila bank yang bermodal kecil tidak siap maka akan kesulitan dalam hal likuiditas ketika terjadinya kenaikan NPL akibat gejolak ekonomi yang terjadi. Sedangkan dari pihak bank yang bermodal besar, pemerintah diharapkan berhati-hati dalam penetapan kebijakan suku bunga. Jika suku bunga mengalami peningkatan suku bunga ternyata menyebabkan penurunan CAR lebih tinggi pada kelompok bank beraset besar. Jika suatu bank mengalami penurunan CAR maka bisa dipastikan akan terjadi kesulitan pembiyayaan operasional bagi bank-bank besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DON'T RUSUH!