Minggu, 01 September 2019

Arti Korupsi dari Mahasiswa amatir


            Korupsi, kata yang sering kali kita dengar pada pemberitaan di media-media. Entah penangkapan pejabat desa, bupati, dan sampai elite politik di Senayan.  Terbaru kita mendengar tertangkapnya ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuzi alias Romi yang diduga terlibat dalam praktik suappejabat kemenag. Korupsi sejatinya bukanlah hal baru yang tabu untuk dibahas. Banyak tulisan-tulisan yang sudah bertebaran mengenai korupsi. Entah itu pembahasan tentang pentingnya penegakan korupsi, penguatan lembaga korupsi atau himbauan masyarakat agar terhindar dari praktik korupsi. Banyak faktor yang menyebabkan korupsi itu sendiri, jikalau dikalangan pejabat, tingginya ongkos politik dinilai memicu praktik korupsi dan bagi-bagi kekuasaan. Pejabat yang ingin menduduki kursi DPR misalnya, harus mengerahkan segala kemampuannya baik SDA ataupun SDM demi memperoleh kemenangan. Tak diragukan lagi mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk membujuk masyarakat agar mau memilihnya. Selain itu ada juga politik mahar yang diusung sebagian partai politik. Politik mahar itu sendiri merupakan sejumlah uang yang digelontorkan bakal calon kepada partai politik sebagai syarat mereka untuk bisa memakai atau “menunggangi” kendaraan politik. Alhasil ketika mereka dipilih banyak yang lupa akan visi misinya banyak yang gelap mata, yang terbesit di pikiran mereka hanyalah bagaimana cara mengembalikan modal mereka ataupun menutup utang-utang politik yang telah digunakan untuk memenangkan sebuah kursi.
            Lantas apakah korupsi hanya melibatkan kaum elite birokrat saja?, jawabannya tidak. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh kaum elite birokrat melainkan seluruh pihak masyarakat terkhusus mahasiswa. Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai”agent of change” masyarakat juga mampu terlibat dalam tindak pidana korupsi. Misalnya kasus mahasiswa titip absen, kasus mahasiswa memanipulasi laporan keuangan organisasi, kasus mahasiswa menyontek, kasus mahasiswa membayarkan calo untuk masuk di sebuah instansi-instansi. Ambil contoh kasus mahasiswa menyontek. Mengapa menyontek bisa disamakan dengan korupsi?, jawabanya adalah cikal bakal dari korupsi adalah nilai kejujuran. Menyontek merupakan sebuah tindakan yang tidak jujur, tidak percaya diri dan tidak mau berusaha. Sifat individu yang tidak mau berusaha namun memiliki nafsu untuk mendapatkan segalanya merupakan bibit-bibit korupsi. Normalnya orang yang merasa tidak bisa akan belajar dan berusaha agar mencapai standar kompetensi lulus, akan tetapi bila nilai kejujuran dalam diri individu itu sudah hilang, yang ada hanya sifat nafsu menghalalkan segala cara termasuk menyontek. Jika seorang mahasiswa sudah terbelenggu dalam virus menyontek Ia akan kesulitan melepaskan nilai-nilai ketidak jujuran itu. Mahasiswa akan cenderung berfikiran “ Ah nyontek aja daripada berusaha susah payah tapi gak ada hasil”. Sifat-sifat seperti ini akan terus tumbuh sampai dewasa dan sampai mereka memasuki dunia kerja apabila tidak segera dibasmi. Mahasiswa yang terbiasa menyontek akan lebih mengandalkan seseorang dan menganggap semuanya bisa dibayar. Alhasil ketika mereka mencari pekerjaan mereka akan cenderung menerapkan sistem curang juga entah menyogok panitia, mencari kenalan panitian seleksi dsb.
            Dampak korupsi itu luas sekali jika ditelaah. Mulai dari merugikan negara hingga milliyaran rupiah sampai pada merusak pembangunan sosial, ekonomi dan budaya suatu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DON'T RUSUH!